Logo SitusEnergi
Elektrifikasi, Strategi Transisi Energi Paling Efektif di Sektor Kelistrikan Elektrifikasi, Strategi Transisi Energi Paling Efektif di Sektor Kelistrikan
Jakarta, Situsenergi.com Strategi elektrifikasi dinilai penting untuk menciptakan lebih banyak permintaan terhadap energi listrik, sehingga peluang pasar untuk penggunaan EBT di sektor kelistrikan jadi... Elektrifikasi, Strategi Transisi Energi Paling Efektif di Sektor Kelistrikan

Jakarta, Situsenergi.com

Strategi elektrifikasi dinilai penting untuk menciptakan lebih banyak permintaan terhadap energi listrik, sehingga peluang pasar untuk penggunaan EBT di sektor kelistrikan jadi lebih terbuka. Menurut Kepala Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada Sarjiya, salah satu strategi transisi energi yang efektif di sektor kelistrikan adalah melalui elektrifikasi yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT).

Menurut dia, EBT di sektor kelstrikan saat ini sulit masuk ke masyarakat karena terlanjur biasa menggunakan energi fosil berupa BBM maupun LPG. Apalagi pasokan energi dari pembangkit listrik yang ada saat ini juga melebihi kapasitas dan tidak terserap optimal oleh masyarakat.

“Elektrifikasi merupakan proses penggunaan energi listrik pada aktivitas-aktivitas yang sebelumnya tidak menggunakan listrik. Contohnya melalui transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak menjadi kendaraan listrik, atau penggunaan kompor listrik sebagai pengganti kompor gas,” kata Sarjiya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Sementara Chairperson Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda C. Yusgiantoro mengatakan, dalam upaya Indonesia bebas emisi dengan pemanfaatan sumber energi listrik, realisasi kontribusi EBT dalam bauran energi nasional masih berada di bawah target yang telah ditetapkan berdasarkan RUEN.

BACA JUGA   PLN Cetak Rekor Penjualan Listrik 2024, Konsumsi Listrik Naik Gara-Gara Strategi Pemasaran Gila-Gilaan

Menurut dia, batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik masih mendominasi sebesar 66 persen, gas bumi 17 persen, dan EBT sebanyak 14 persen.

“Sebelum pencapaian emisi nol karbon pada tahun 2060, kita berharap seluruh penyediaan listrik di Indonesia bisa bersumber dari EBT dan tidak lagi mengandalkan energi fosil sepenuhnya,” katanya.

“Hal itu bisa dicapai melalui program percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), mempensiunkan PLTU hingga 2060 dengan beberapa regulasi, membangun penampungan energi dari EBT, serta melakukan program pengembangan hidrogen sebagai sumber energi bersih untuk sistem kelistrikan,” tukasnya.

Menurut Bambang Sriyono, Founder & Principal Consultant CGEI, suatu tandon energi, perlu didukung dengan kecanggihan teknologi, modal dan waktu, dengan memanfaatkan sumber energi listrik yang minim atau bahkan tanpa emisi. “Di samping masih ada keterbatasan pada kapasitas dan keluaran energi yang tidak selalu konstan,” ucapnya.

Disebutkan, strategi elektrifikasi memiliki tantangan baik teknis maupun non-teknis, seperti isu sosial dan politik. Pada transisi kompor LPG menuju kompor listrik misalnya, perlu dibuat produk kompor listrik yang kenyamanannya minimal setara dengan kompor LPG saat ini, baik dari aspek biaya maupun waktu yang diperlukan untuk memasak.

“Isu sosial atau kebiasaan di masyarakat ini harus jadi salah satu hal yang dipertimbangkan dalam program elektrifikasi. Selain itu, elektrifikasi juga berkaitan dengan isu energy equity dan energy security. Pada isu energy equity, energi seharusnya bisa diakses oleh siapapun dan di manapun dengan harga yang terjangkau,” paparnya,

“Sementara energy security berarti bagaimana sebuah bangsa bisa mandiri dalam mencukupi kebutuhan energi. Sehingga bisa meminimalkan ketergantungan pasokan energi dari bangsa lain. Dengan demikian, transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan dapat berjalan secara berkelanjutan,” pungkasnya.(Ert/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *