

Ekonom: Ada Kelalaian “Patra Niaga” Terkait Hutang Samin Tan
MIGAS August 17, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori menilai terdapat unsur kelalaian pihak Pertamina Patra Niaga (PPN) terkait permasalahan hutang pengusaha Samin Tan yang kini menjadi kredit macet senilai Rp 451,66 miliar.
Kasus utang-piutang ini terjadi pada Anak Perusahaan (AP) BUMN PT. Pertamina, yaitu PT. Pertamina Patra Niaga (PPN) dengan pengusaha Samin Tan pemilik PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), anak usaha Borneo Lumbung Energi & Metal (BLEM).
Perjanjian utang piutang antara PPN dengan pihak AKT melalui Samin Tan berawal dari jual beli BBM jenis solar atau high speed diesel (HSD) pada tanggal 10 Februari 2009. Namun setelah lebih dari 10 tahun berlalu, tidak ada tanda-tanda pengusaha Samin Tan (pemilik AKT) untuk segera melunasi utang dimaksud.
“Kasus kredit macet yang keterlaluan lamanya ini bukanlah perkara perdata murni apabila diamati dari penyelesaian utang Samin Tan yang selalu berakhir melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),” ujar Defiyan kepada awak media, Selasa (17/8/2021).
Ditilik ke belakang, Defiyan mengungkapkan jika mengacu pada perjanjian jual beli antara PPN dan AKT, sesuai nota permintaan pembelian (purchasing order note) disepakati harga jual HSD dari PPN kepada AKT adalah sama dengan harga publikasi Pertamina dikurangi potongan sebesar 4 persen dari harga MOPS (Mean Oil Platts Singapore).
Adapun jumlah volume HSD yang disepakati pada awalnya diperkirakan sebesar 1.500 kiloliter (kl) per bulan yang berlaku untuk 1 (satu) tahun efektif. Metode pembayaran berdasarkan pasal 7 perjanjian jual beli, diatur secara kredit 30 hari kalender setelah tanggal berita acara penerimaan BBM, dan atau dengan menggunakan L/C (letter of credit) serta SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri).
Selanjutnya, berselang 1 tahun, tepatnya pada tanggal 9 Februari 2010, terjadi perubahan (addendum) perjanjian I, yaitu berupa perubahan terhadap jangka waktu pembayaran pembelian yang diperpanjang satu tahun dengan volume pengiriman juga mengalami peningkatan, yaitu menjadi sejumlah 6.000 KL per bulan. Kemudian, cara pembayaran dan volume pembelian pada tanggal 1 Juni 2011 kembali mengalami perubahan ke-2.
Pada perubahan ke-2 Perjanjian Jual Beli ini terjadi lagi pergeseran waktu efektif perjanjian berlaku, yaitu dari tanggal 10 Februari 2009 hingga 9 Februari 2013, termasuk kesepakatan perubahan potongan harga menjadi 5,5 persen MOPS dan penambahan volume pengiriman menjadi 7.500 kl per bulan.
“Selama masa pelaksanaan perjanjian jual beli HSD tersebut, ternyata AKT tidak membayar tagihan pihak PPN sesuai dengan jadwal yang telah disepakati atau melakukan wanprestasi atas kontrak,” ungkapnya.
Akumulasi wanprestasi tersebut terjadi dalam rentang waktu Tahun 2009-2016, pasokan HSD oleh PT. Pertamina Patra Niaga yang belum dibayar oleh pihak AKT mencapai lebih dari USD39,56 Juta ditambah Rp 21,34 miliar. Terhadap kerjasama usaha buruk dari pihak Samin Tan (pemilik AKT) atas kemacetan pembayaran tagihan kewajiban atau utang usahanya, maka pada bulan Juli 2012 Patra Niaga menghentikan pasokan HSD kepada pihak AKT, dengan total tagihan yang dihitung hingga Tahun 2012 adalah sejumlah USD36,39 juta ditambah Rp 18,33 miliar.
“Kami meminta pemerintah menyelesaikan terlebih dahulu permasalahan manajerial utang piutang oleh pihak ketiga atas BUMN Pertamina dan AP nya, tidak saja pada kasus Wanprestasi Samin Tan, namun juga dengan pihak lainnya agar semakin tidak berpengaruh pada kinerja Pertamina, apalagi akibat piutang usaha yang macet itu diatasi oleh korporasi dengan berutang pula ke pihak asing,” tegasnya.
Defiyan mendesak masing-masing aparat pemeriksa dan hukum, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif atas tindak penyimpangan kenaikan nota permintaan pembelian (purchasing order note) yang dikeluarkan pihak PPN kepada Samin Tan.
Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI juga didesak untuk melakukan penyelidikan atas adanya upaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga memperkaya diri dan kerabat pejabat PPN dan Pertamina.
“Karena Samin Tan tidak hanya mempunyai kasus di BUMN Pertamina, tetapi juga kasus korupsi lain di industri batu bara yang melibatkan anggota DPR RI, dan hanya diganjar hukuman penjara selama 3 (tiga) tahun. Tanpa penyelesaian yang tuntas atas berbagai tindak KKN sebagaimana yang telah dilakukan Samin Tan dan yang lainnya, maka kemerdekaan bangsa hanya dirayakan secara semu,” pungkasnya. (SNU/RIF)
No comments so far.
Be first to leave comment below.