

Dulu Hanya Menjemur Gabah, Kini Petani Mernek Pegang Teknologi Canggih
MIGAS June 6, 2025 Editor SitusEnergi 0

Cilacap, situsenergi.com
Transformasi pertanian lewat teknologi tepat guna membuka jalan baru bagi desa-desa di Cilacap
Tak pernah terpikir oleh Suyitno, seorang petani dari Desa Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap, bahwa dirinya suatu hari akan mengoperasikan alat canggih berbasis teknologi. Seumur hidupnya, ia mengenal dunia pertanian hanya sebatas menanam padi, memanen, lalu menjemur gabah di bawah matahari. Semua bergantung pada cuaca. Jika hujan turun, gabah tak bisa kering, hasil panen pun terancam rusak.
Namun segalanya berubah sejak hadirnya program Desa Energi Berdikari Pertamina di desanya. Melalui inisiatif ini, Suyitno dan kelompok tani di Mernek berkenalan dengan sebuah alat yang dinamai Pinky Rudal—sebuah pengering gabah bertenaga hibrida, memadukan energi surya dan Bright Gas.
“Awalnya kami kira, alat itu terlalu modern untuk kami. Tapi ternyata tidak sesulit yang dibayangkan,” cerita Suyitno saat ditemui dalam acara peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Rabu (5/6/2025). Matanya menyiratkan bangga.
Ketika Gabah Tak Lagi Bergantung Matahari
Pinky Rudal mampu mengeringkan gabah hingga lima ton hanya dalam delapan jam, tanpa perlu sinar matahari. Inovasi ini bukan hanya mengatasi persoalan klasik para petani, tetapi juga secara signifikan meningkatkan produktivitas pertanian di Mernek, dari 2,5 ton menjadi 4 ton per hektare.
Saking efektifnya, alat ini kini menjadi rebutan banyak kelompok tani sekitar. “Kami sampai harus menolak permintaan. Saat musim hujan, semua ingin pinjam alat ini,” ujar Suyitno sembari tertawa kecil.
Teknologi ini bukan cuma alat, tapi simbol perubahan. “Dulu, menunggu gabah kering bisa berhari-hari. Sekarang, kami bisa panen lebih cepat, dan hasil lebih terjamin,” tambahnya.
Teknologi Datang, Desa Semakin Mandiri
Dalam perayaan Hari Lingkungan Hidup itu, bukan hanya Pinky Rudal yang menarik perhatian. Sebuah teknologi irigasi berbasis Internet of Things (IoT) karya startup mahasiswa Telkom University, Adosistering, juga turut diperkenalkan ke warga.
Alat ini tak kalah revolusioner. “Dengan sensor cerdas, kami bisa menghemat air hingga 50 persen dan mengurangi pupuk sampai 20 persen,” jelas Dewi, penggagas Adosistering. Teknologi ini sebelumnya sukses diterapkan di Desa Kedungbenda dan meningkatkan hasil panen hingga 30 persen.
Wakil Bupati Cilacap, Ammy Amalia Fatma Surya, menyampaikan apresiasinya. “Teknologi seperti ini menjadi contoh nyata. Inovasi anak muda dan perusahaan besar bisa bertemu untuk membangun desa,” ujarnya.
Dari Sungai hingga Ladang, Energi Hibrida Bawa Perubahan
Inovasi lainnya juga datang dari Fuel Terminal Pertamina Lomanis, yang menerapkan kincir air tenaga hibrida surya di Desa Lomanis. Alat ini mampu menekan biaya listrik budidaya ikan sidat hingga Rp2,3 juta per tahun. Produktivitas petani ikan pun meningkat.
Di Desa Kalijaran, warga bersama Pertamina RU IV Cilacap membangun sistem pengairan terintegrasi. Tujuh pompa irigasi berbasis PLTS dan PLTB serta delapan kolam reservoir menjadi sumber air untuk 15 hektare lahan. “Hasil panen kami naik dua kali lipat,” kata salah satu petani Kalijaran yang enggan disebutkan namanya.
Dari Sampah Jadi Berkah

Tak hanya soal pangan, pengelolaan sampah juga mendapat sentuhan teknologi. Komunitas Bank Sampah Abhipraya, binaan Pertamina, memanfaatkan mesin pencacah plastik tenaga surya serta biokomposter dan maggot untuk mengolah sampah organik.
“Sekarang, plastik tidak dibakar lagi. Kita olah jadi barang bernilai. Lingkungan bersih, warga pun dapat tambahan penghasilan,” ujar seorang relawan bank sampah.
Program ini sejalan dengan tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, yaitu memerangi polusi plastik. Langkah nyata lain ditunjukkan lewat penanaman 100 bibit mangrove di kawasan konservasi Jagapati (SIMANJA), sebagai bagian dari rencana besar menanam 5.000 mangrove di pesisir Cilacap.
Komitmen untuk Desa dan Bumi
Edi Eko Cahyono, Asisten Deputi TJSL Kementerian BUMN, menegaskan bahwa teknologi tepat guna akan terus didorong. “Kami ingin inovasi seperti ini menjangkau lebih banyak desa. Bukan hanya dari Pertamina, tapi juga dari generasi muda seperti Adosistering,” katanya.
Pertamina sendiri, melalui program Environmental, Social & Governance (ESG), terus menunjukkan komitmennya menuju Net Zero Emission 2060. Lewat teknologi tepat guna, energi baru terbarukan, dan pemberdayaan komunitas, cita-cita besar itu dimulai dari desa-desa seperti Mernek.

Kini, Suyitno tak lagi menengadah ke langit hanya untuk berharap hari cerah. Ia menatap ladangnya, lalu menatap alat-alat canggih yang kini jadi bagian hidupnya. “Ternyata, petani juga bisa pegang teknologi,” katanya lirih, penuh bangga. (*)
No comments so far.
Be first to leave comment below.