Logo SitusEnergi
Diskon 50% Tarif Listrik Beban Pemerintah atau Beban PLN? Diskon 50% Tarif Listrik Beban Pemerintah atau Beban PLN?
Oleh : Ferdinand HutahaeanDirektur Eksekutif Energy Watch Indonesia Rencana pemerintah menaikkan tarif PPN dari semula 11% menjadi 12% pada akhir tahun lalu membuahkan banyak... Diskon 50% Tarif Listrik Beban Pemerintah atau Beban PLN?

Oleh : Ferdinand Hutahaean
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia

Rencana pemerintah menaikkan tarif PPN dari semula 11% menjadi 12% pada akhir tahun lalu membuahkan banyak kebijakan yang dianggap bisa menahan gejolak beban yang akan bertambah ditengah masyarakat. Nyaringnya suara penolakan kenaikan pajak tersebut membuat pemerintah harus memutar otak dengan keras agar rakyat tidak menolak dan agar kebijakan yang berdasarkan undang-undang tersebut tidak mengakibatkan tidak kondusifnya pemerintahan Prabowo Subianto yang baru berjalan seumur jagung dengan beban berat yang harus dipikul, termasuk salah satunya beban defisit APBN 2024 sebesar 507,8 T. Angka defisit yang sangat besar dan menjadi momok menambah utang kedepan. Belum lagi defisit APBN 2025 yang diperkirakan bisa mencapai 600 T. Wahhhh Prabowo pasti pusing menjalankan pemerintahannya yang tidak mudah akibat beban-beban warisan Jokowi.

Atas rencana kenaikan PPN, maka salah satu langkah taktis dan strategis yang diambil oleh Pemerintah adalah dengan menetapkan pemberian discount Listrik daya 450-2.220 VA yang diperkirakan bahwa discount tersebut akan mengurangi atau menghilangkan pendapatan PLN selama Januari dan Februari 2025 sebesar 10 Trilliun lebih. Tentu uang sebanyak ini sangat besar dan sangat berpotensi mengganggu arus kas atau cash flow PLN. Dampaknya tentu akan sangat terasa dan sangat berpotensi membuat PLN menunda pembayaran ke pihak ketiga atau vendor atau menunda kewajiban keuangan karena hilangnya pendapatan sekitar 10 Trilliun lebih. Dan apabila arus kas atau cash flow perusahaan terganggu, resiko lebih besar bisa timbul terhadap perusahaan yang tidak diduga-duga.

Bagaimana sebetulnya dengan discount listrik ini? Mengapa discount tetap diberikan selama 2 bulan padahal PPN 12% tidak jadi berlaku untuk semua barang akan tetapi hanya berlaku bagi barang sangat mewah saja? Bukankah discount listrik tersebut diberikan sebagai penambal beban masyarakat atas rencana kenaikan PPN? Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap discount tersebut, apakah PLN sebagai perusahaan atau Pemerintah sebagai pemegang saham? Jika beban discount ini menjadi tanggung jawab Perusahaan, maka diyakini akan mengganggu kesehatan perushaaan yang tentu telah melakukan perhitungan kewajiban dengan pemasukan. Maka ketika pemasukan hilang sebagaian maka akan mengganggu stabilitas keuangan perusahaan. Dan apabila beban discount ini dibebankan kepada APBN, bagaimana mekanisme pembayarannya kepada PLN? Karena di APBN tidak ditemukan anggaran untuk mengganti discount tersebut. Dan bila menjadi beban APBN, kapan akan dibayarkan? Apakah menunggu PLN mengalami sesak nafas?

PLN sebagai perusahaan milik negara tentu wajib melaksanakan perintah pemegang saham dalam hal ini pemerintah. PLN tidak boleh menolak kebijakan tersebut dan harus dilakukan. Tapi sayangnya, perintah tersebut belum diikuti dengan solusi terhadap PLN yang tentu memiliki resiko stabilitas keuangan bila discount tersebut dijadikan beban PLN.

Sebagai unsur masyarakat, kita tentu berharap pemerintah segera merancang jalan solusi bagi PLN agar kebijakan discount listrik tersebut tidak melahirkan masalah baru kedepan bagi PLN yang bebannya sudah berat terhadap kelebihan daya yang harus dibayar karena kontrak sistem TOP dengan pembangkit independen atau swasta. Semoga ini menjadi pemikiran bagi Kementerian ESDM dan kementerian Keuangan untuk menjaga kesehatan BUMN dan menghindari masalah yang bisa memicu ketidak stabil an ekonomi secara menyeluruh. [•]

BACA JUGA   PLN Buka 1,7 Juta Lapangan Kerja Lewat RUPTL Terbaru, Mayoritas Green Jobs!

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *