

Di COP 26, Isu Perubahan Iklim Diklaim Belum Sepenuhnya Diakomodir Pemerintah
ENERGI November 3, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergi.com
Presiden Joko Widodo di depan para pemimpin dunia menyampaikan beberapa hal terkait isu perubahan iklim diantaranya berkenaan dengan deforestasi dan energi. Dalam pidatonya Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa laju deforestasi Indonesia mengalami penurunan signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Selain itu, kebakaran hutan juga mengalami penurunan 82% di tahun 2020.
Sawit Watch (2021) mencatat 1061 komunitas mempunyai konflik dengan perkebunan sawit dimana 108 kasus diantaranya terjadi di kawasan hutan. Dua hari yang lalu sebelum pidato Pak Jokowi tersebut, tepatnya 29 Oktober 2021, di Sungai Selentik Desa Lubuk Jering, Ujong Doho Desa Pematang Kabau dan Singosari Desa Pematang Kabau, Kabupaten Sarolangun terjadi konflik agraria antara masyarakat adat, Orang Rimba, Jambi dengan satuan pengamanan (satpam) suatu perusahaan sawit milik group besar di Indonesia.
“Lewat perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk perusahaan sawit, hutan-hutan dikonversi menjadi perkebunan sawit,” kata. Sawit Watch dalam pernyataannya, Rabu (03/11/2021).
Dikatakannya, terjadi perbedaan angka deforestasi oleh beberapa pihak, ini disebabkan oleh perbedaan definisi hutan yang diacu. Deforestasi di Indonesia tetap eksis bahkan mengalami peningkatan.
Forest Watch Indonesia (2020) menyatakan deforestasi mengalami peningkatan selama periode 2013-2017 yaitu sebesar 1,47 juta hektar/tahun dibandingkan dengan periode 2009-2013 yang hanya 1,1 juta.
Selain deforestasi, terdapat tumpang tindih kawasan hutan dengan perkebunan sawit. Saat ini terdata sebanyak 3,4 juta hektar perkebunan sawit di dalam kawasan hutan (KPK, 2018). Pemerintah Indonesia menyelesaikan dengan kerangka ‘mirip pemutihan’ bukan penegakan hukum tetapi sanksi administratif dan sanksi pembayaran denda (UU Cipta Kerja dan PP 24 tahun 2021).
Hal lain adalah ekspansi sawit di Indonesia menjadi salah satu penyumbang perubahan penggunaan lahan yang berdampak bagi Indonesia juga secara global.
“Wacana untuk menggantikan fossil fuel dengan biofuel berbasis sawit hanyalah sebuah solusi palsu yang tidak berkelanjutan, dikhawatirkan hanya akan memperburuk keadaan terutama mengakselerasi alih fungsi lahan dan hutan menjadi sawit,” tegasnya.
Setidaknya diperlukan 15 juta hektar kebun sawit tambahan baru untuk memenuhi pergantian dari fossil fuel menuju bauran biodiesel.
Padahal emisi dari perubahan penggunaan lahan gambut dan hutan menjadi sawit untuk memproduksi minyak sawit atau Crude Palm Oil hampir sama dengan fossil fuel atau bahkan melebihi emisi fossil fuel akibat Indirect Land Use Change yang terjadi.
“Pidato Pak Jokowi di COP 26 secara garis besar belum menunjukkan realitas apa yang sebenarnya terjadi di kawasan hutan dan perkebunan sawit, dan belum memberikan solusi-solusi konkret dalam hal pemajuan agenda-agenda perubahan iklim, yakni pencapaian penurunan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri hingga 41% dengan bantuan internasional,” katanya.
Ambisi terbesar penurunan emisi berasal dari sektor kehutanan, dengan target penurunan emisi sebesar 17,2% hingga 38% hingga 2030 mendatang.
Salah satu agenda konkret dalam pemajuan agenda perubahan iklim ialah melalui perpanjangan inpres moratorium sawit.
“Sayang, hal diatas belum menjadi bahan dalam pidato Pak Jokowi dalam pertemuan COP 26 dalam memberikan solusi konkret, Apakah hal itu bagian dalam agenda-agenda penurunan emisi,” tegasnya.(SA)
No comments so far.
Be first to leave comment below.