

Demi Suksesnya Program Hilirisasi, Larangan Ekspor Nikel Ditetapkan
ENERGI June 14, 2023 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Kementerian ESDM menyatakan larangan ekspor bijih nikel yang diputuskan pemerintah menjadi triger utama bagi pelaksanaan program hilirisasi sektor pertambangan.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif mengatakan dengan program hilirisasi nikel saat ini industri tersebut berkembang cukup pesat. Lebih dari 100 smelter nikel telah dibangun sehingga berkontribusi pada pengembangan industri besi baja di Indonesia.
Dinyatakan bahwa pelarangan ekspor nikel diharapkan semakin mendorong pelaku usaha agar bisa mempercepat pembangunan smelter. Menurutnya pemerintah sudah memberikan peringatan tiga tahun sebelumnya.
“Dari 12 smelter yang direncanakan, hanya 4 yang telah mencapai progres pembangunan yang signifikan. Sementara 8 smelter lainnya ketika kami kirim tim untuk mengecek masih berupa tanah lapang,” ujar Irwandy dalam keterangannya, Senin (12/6).
Kini pemerintah terus memantau dan mendorong perkembangan smelter tersebut. Irwandy menekankan pentingnya pengembangan industri hilirisasi yang ramah lingkungan. Beberapa smelter nikel telah beralih dari sumber energi konvensional ke energi terbarukan, seperti PLTU ke EBT.
“Proses hilirisasi ini tidak boleh berhenti hanya pada satu tahap. Diperlukan ekosistem yang lengkap, seperti dalam kasus hilirisasi nikel menuju produksi baterai,” sambungnya.
Untuk mendukung hilirisasi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan regulasi yang mendukung, seperti perpanjangan izin tambang dan insentif fiskal bagi pelaku hilirisasi.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Daymas Arangga, menekankan perlunya kajian lebih lanjut untuk memastikan bahwa mineral lain juga dapat diserap dengan baik dalam proses hilirisasi.
“Setiap mineral memiliki karakteristik yang berbeda, dan penyesuaian harus dilakukan dalam hal pasokan dan permintaan pasar yang sesuai dengan prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (environment, social, and governance /ESG),” ucap dia.
Menurutnya, Indonesia dapat dianggap sebagai ‘success story’ dalam hal hilirisasi industri pertambangan. Dalam pengamatannya, negara lain seperti Kongo dalam kasus kobalt belum berhasil menjalankan strategi ini.
Namun, Daymas juga mengingatkan bahwa proses hilirisasi ini sebenarnya terlambat dilakukan. Selama puluhan tahun, Indonesia telah mengekspor mineral mentah tanpa memberikan peningkatan nilai tambah yang signifikan.

“Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pengusaha untuk bekerja sama dalam mengintegrasikan langkah-langkah hilirisasi dan menciptakan pasar yang mendukung nilai tambah,” imbuhnya. (DIN/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.