Home OPINI Defiyan Cori: Subsidi Gas Jangan Ke Industri, Lebih Baik Untuk Rakyat Miskin!
OPINI

Defiyan Cori: Subsidi Gas Jangan Ke Industri, Lebih Baik Untuk Rakyat Miskin!

Share
Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori
Share

Jakarta, Situsenergi.com

Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori berpendapat fasilitas gas murah untuk industri tertentu adalah bentuk subsidi yang sangat rentan untuk tidak tepat sasaran, atau bahkan diselewengkan oleh oknum tertentu untuk menarik keuntungan.

Defiyan mengatakan, ketimbang tidak tepat sasaran dan diselewengkan, lebih baik subsidi tersebut dialihkan kepada rakyat miskin Indonesia, yang jumlahnya berkisar antara 27-30 juta jiwa.

“Industri sebaiknya tak disubsidi, kecuali kelompok masyarakat miskin yang terus menerus ada diantara angka 27-30 juta penduduk. Sebab potensi penyimpangan alokasi subsidi serta tidak tepat sasaran telah terjadi bertahun-tahun dan tidak efektif menanggulangi kemiskinan, apalagi meningkatkan skala usaha mikro kecil dan menengah,” tegas Defiyan kepada awak media, Selasa (29/6/2021).

Defiyan menyarankan, alokasi subsidi sebaiknya diindikasikan dengan sasaran keseimbangan struktur industri. Kondisi yang terjadi saat ini, justru industri yang produktif bukanlah kelompok sasaran.

“Jadi apabila suatu kelompok industri telah memberikan nilai tambah produksi (added value), apalagi dampak mengganda (multiplier effect), tidak perlu diberikan alokasi subsidi harga. Apresiasi atas produktifitas sektor industri yang berkinerja positif ini justru harus diberikan dalam bentuk insentif lain,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan meminta agar Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan stakeholder terkait untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan diskon tarif gas untuk industri tertentu USD6 per MMBTU. Hal itu sekaligus menanggapi usulan untuk perluasan manfaat gas murah dari tujuh industri tertentu menjadi 13 industri tertentu.

“Terkait dengan permintaan perluasan,saya kira kita harus evaluasi terlebih dahulu akan manfaat yang diberikan kepada industri sebelumnya benar-benar menimbulkan multiplier effect. Jangan sampai, perluasan ini justru hanya akan membebani badan usaha dan pastinya negara karena ada bagian negara yang dikurangi,” ujar Mamit kepada Situsenergi.com, Senin (28/6/2021).

Mamit mengatakan, boleh saja manfaat gas murah diperluas, namun harus direview dahulu apakah tujuan dari penerima manfaat gas murah itu tercapai atau tidak. Menurutnya, industri yang tidak terbukti lebih produktif, harus dicabut fasilitas insentifnya untuk dialihkan kepada sektor industri lainnya yang membutuhkan.

“Jika memang terbukti memberikan multiplier effect seperti yang di janjikan maka bisa dipertimbangkan untuk diperluas. Jika tidak,industri yang kurang memberikan multiplier effect lebih baik di cabut dan diberikan kepada industri lain,” pungkasnya. (SNU/RIF)

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Antara Pertalite dan RON95 [2]

oleh : Prof Dr Ir Andi N Sommeng DEA Harga BBM adalah...

Plus Minus Dominasi IPP dalam RUPTL 2025-2034

Oleh : M. Kholid SyeiraziCenter for Energy Policy RUPTL 2025-2034 merencanakan tambahan...

Membangun Jembatan Fiskal Indonesia: Dari Ekonom Murni ke Insinyur-Ekonom

Oleh : Andi N Sommeng Pergantian menteri keuangan dari Sri Mulyani Indrawati...

Reaktor Nuklir Mini, Ambisi Maksimal: SMR dan Ketahanan Energi yang Masih Dalam Draft

Oleh: Andi N Sommeng(Guru Besar UI, Pemerhati Kebijakan Invensi Teknologi dan Energi-Mantan...