Logo SitusEnergi
CSIS: Asia Tenggara Tetap Penting bagi AS CSIS: Asia Tenggara Tetap Penting bagi AS
Jakarta, situsenergy.com Direktur Program Center of Strategic & International Studies  (CSIS) untuk Asia Tenggara, Amy Searight, menyatakan di era Presiden Donald Trump saat ini,... CSIS: Asia Tenggara Tetap Penting bagi AS

Jakarta, situsenergy.com

Direktur Program Center of Strategic & International Studies  (CSIS) untuk Asia Tenggara, Amy Searight, menyatakan di era Presiden Donald Trump saat ini, posisi Asia Tenggara termasuk Indonesia bagi Amerika Serikat tetap penting.

Menurut dia, pada April lalu, Trump mengunjungi Presiden Joko Widodo di Jakarta, disusul kunjungannya ke Pimpinan Vietnam dan Filipina. Trump juga mengundang Perdana Menteri Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia untuk berkunjung ke istana presiden AS.

“Trump juga menginisiasi kerjasama ekonomi negara-negara Asia Pasifik,termasuk dengan Jepang, Australia, India dan Indonesia serta negara-negara Asia Tenggara lainnya. Bagi warga AS sendiri, 60 persen warga mengakui kerjasama dengan negara-negara di Asia akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak,” kata Amy di Jakarta, Selasa (12/12).

Dikatakan, dari sisi kerja sama di bidang energi, AS sendiri diprediksi akan menjadi negara net exportir gas alam mulai tahun 2026 mendatang. AS bisa mengembangkan pasarnya ke Asia, namun masih tergantung pada perkembangan teknologi dan akses ke depan.

“Dari perspektif ini, sebenarnya kita bisa melihat semakin banyak kerjasama B-2-B antara Indonesia dan AS di bidang energi terbarukan, terutama dari sisi banyaknya perusahaan AS yang sudah lebih dulu memiliki teknologi dan akses. Tapi harus dilihat lagi karena trennya dalam beberapa dekade terakhir adalah saling menggantikan. Energi fosil tergantikan dengan energi nuklir misalnya, kemudian tergantikan lagi oleh energi baru dan terbarukan,” paparnya.

BACA JUGA   Kasus, Blackout, Kemendag Acungi Jempol Sikap PLN Yang Siap Beri Kompensasi

Sementara Duta Besar Republik India untuk Indonesia, Pradeep Kumar Rawat menyatakan tantangan masing-masing negara dalam mengembangakan energi baru dan terbarukan berbeda satu sama lain. Misalnya saja di India, pemerintah tidak bisa mengelak dari polusi udara yang dihasilkan dari kota-kota dengan pertumbuhan populasi dan maraknya pembangunan infrastruktur seperti New Delhi.

“Dilihat dari semua sisi, pemerintahan kami sudah melakukan banyak hal. Misalnya di Delhi, kami melarang angkutan umum menggunakan bensin dan solar dan menggantinya dengan CNG. Kami juga tengah mengembangkan agar tenaga panel surya tidak hanya digunakan pada malam hari namun juga siang hari, tapi bagaimanapun Delhi tetap menjadi salah satu kota penghasil karbon terbesar karena padatnya populasi, kemacetan dan pembangunan di sana,” katanya.(adi)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *