Logo SitusEnergi
Chevron Tak Akui Pembangkit MCTN Pakai Cost Recovery, DJKN Janji Selidiki Chevron Tak Akui Pembangkit MCTN Pakai Cost Recovery, DJKN Janji Selidiki
Jakarta, Situsenergi.com Polemik soal keikutsertaan pembangkit listrik MCTN dalam proses alih kelola Blok Migas Rokan antara Chevron kepada Pertamina terus menjadi perdebatan. Banyak pihak... Chevron Tak Akui Pembangkit MCTN Pakai Cost Recovery, DJKN Janji Selidiki

Jakarta, Situsenergi.com

Polemik soal keikutsertaan pembangkit listrik MCTN dalam proses alih kelola Blok Migas Rokan antara Chevron kepada Pertamina terus menjadi perdebatan.

Banyak pihak menyebut, seharusnya Chevron menyerahkan pembangkit itu secara langsung kepada PLN tanpa proses tender, karena pembangunan pembangkit listrik yang menghidupi blok Rokan itu dibiayai melalui cost recovery yang telah dibayarkan negara.

Meski demikian, disampaikan oleh Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Rionald Silaban bahwa pihak Chevron tidak mengakui bahwa pembangkit listrik MCTN itu dibiayai melalui cost recovery. Atas dasar itu, Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) akan meneliti lebih dalam, duduk persoalan dari sengketa pembangkit listrik tersebut.

“Ini kami masih teliti bersama SKK Migas, karena memang seharusnya itu tidak ada penggantian (diserahkan langsung/tanpa tender). Tapi kelihatannya Chevron menganggap itu tidak melalui cost recovery,” ujar Rionald, menjawab pertanyaan Situsenergi.com dalam diskusi bersama DJKN, Jumat (30/4/2021).

Namun demikian, Rionald berjanji akan terus mendalami duduk persoalan perkara ini, agar apa yang seharusnyaenjadi hak negara bisa terpenuhi.

“Kita di DJKN masih melihat mengenai duduk dari pembangkit ini, karena kan kalau saya gak salah nanti berakhir nya itu, Chevron di bulan Agustus (2021) awal. Jadi kita sedang melihat kedudukan dari pembangkit listrik ini,” tegasnya.

BACA JUGA   Libur Nataru, KESDM dan Pertamina Patra Niaga Tinjau Langsung Kesiapan Layanan Energi di Jateng

Sebelumnya, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S Handoko mendesak pihak Chevron untuk melakukan penyerahan langsung pembangkit listrik MCTN kepada PLN, tanpa harus melalui proses tender.

Menurut Arief, penyerahan langsung itu sah dilakukan, karena hal itu menjadi satu bagian dari serah terima pengelolaan blok Rokan dari Chevron. Adapun pembangunan pembangkit listrik MCTN itu juga dibiayai melalui cost recovery, maka seharusnya penyerahan blok Rokan diikuti juga dengan penyerahan pembangkit listrik MCTN kepada PLN.

“Setiap kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS yang beroperasi di Indonesia, tidak terkecuali Chevron, membangun pembangkit sendiri untuk kebutuhan listriknya. Namun, pada 1998, Chevron Pacific Indonesia menyerahkan pembangkit Blok Rokan ke Chevron Corporation,” ujar Arief.

Komposisi kepemilikan saham MCTN awalnya adalah 47,5 persen dikuasai Chevron Inc, 47,5 persen oleh Texaco Inc, dan 5 persen PT Nusa Galih Nusantara. Pada 2001, Chevron dan Texaco bergabung. Alhasil, kepemilikan sahamnya menjadi 95 persen oleh Chevron dan 5 persen PT Nusa Galih Nusantara.

“Jadi, Chevron Pacific Indonesia bayar listrik ke adiknya dengan tarif yang kencang. Berapapun yang ditagihkan tadi itu semua cost recovery,” kata dia.

BACA JUGA   EWI Soroti Dua Hal Terkait Kasus Pencurian Minyak Pipa Bawah Laut di Tuban

Arief sebenarnya sudah menyinggung persoalan tersebut sebelum Blok Rokan diputuskan dikelola Pertamina. Alih kelolanya akan terjadi pada Agustus nanti. Namun, masalah itu kurang mendapat perhatian. Padahal, Pertamina Hulu Rokan, selaku pengelola selanjutnya, bakal membutuhkan listrik untuk menopang produksi di sana.

Ia mendesak agar Chevron tidak melakukan opsi tender dan segera menyerahkan pembangkit tersebut ke negara. Pasalnya, usia aset yang ditenderkan hanya tiga tahun. Hal ini berpotensi membuat pemenang tender akan meraup untung dalam berjualan listrik.

Di samping itu, Chevron juga telah mendapatkan keuntungan jauh melebihi investasi awal dari pembangkit listrik. Investasi awal untuk membangunnya adalah USD200 juta. Sedangkan, tagihan listrik di Blok Rokan dari MCTN ke Chevron dapat mencapai USD80 juta per tahun hingga 2020.

“Dulu kenapa CPI tidak bangun (pembangkit) sendiri? Karena ada transfer pricing. Adik usahanya mau diuntungkan. Itu yang enggak benar. Saya marah benar itu,” ujarnya.

Ia pun mendorong supaya Chevron membatalkan proses tender dan membiarkan PLN untuk mengelola pembangkit tersebut. Apalagi, lahan yang digunakan untuk pembangkit selama ini tidak dikenakan sewa dan sebagian karyawan MCTN juga merupakan karyawan Chevron yang dibayar dengan cost recovery.

BACA JUGA   Kegiatan Eksplorasi Hulu Migas Masif, Elnusa Sediakan EMR-01

Arief mendorong pemerintah dapat bersikap lebih keras lagi terhadap Chevron. Blok Rokan memiliki nilai strategis karena bertahun-tahun menjadi penyumbang terbesar produksi minyak nasional.

Anggota Komisi VII DPR Abdul Wahid sebelumnya juga menyinggung terkait persoalan ketidakjelasan lahan MCTN karena tidak ada keterangan soal sewa lahannya. Tidak ada bukti pula pendapatan negara dari hasil sewa lahan tersebut. (SNU/RIF)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *