Logo SitusEnergi
APLSI Ingatkan Bahaya Risiko Kredit di Proyek 35 Ribu MW  APLSI Ingatkan Bahaya Risiko Kredit di Proyek 35 Ribu MW 
Jakarta, situsenergy.com Kebijakan pemerintah yang meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang seluruh kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA)... APLSI Ingatkan Bahaya Risiko Kredit di Proyek 35 Ribu MW 

Jakarta, situsenergy.com

Kebijakan pemerintah yang meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang seluruh kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) bakal memunculkan masalah baru dalam pendanaan proyek pembangkit listrik 35ribu MW.

“Bakal memunculkan masalah baru. Dengan evaluasi ini, kesucian kontrak ternodai. Risiko kredit bagi debitor energi, utamanya listrik akan meningkat,” ujar Wakil Bendahara Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) Rizka Armadhana di Jakarta, Senin (20/11) menanggapi rencana pemerintah untuk mengevaluasi PPA di sejumlah pembangkit.

Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyurati Direktur Utama PLN Sofyan Basir untuk meninjau kembali kontrak jual beli PLTU berskala besar yang berlokasi di Jawa.

Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini hanya untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengungkapkan, imbauan tinjauan ulang itu dimaksudkan agar tarif tenaga listrik semakin terjangkau bagi masyarakat dan kompetitif bagi industri.

BACA JUGA   Gandeng E-Warung di Polman, Pertamina Ingin Subsidi LPG 3 kg Tepat Sasaran

Rizka mengatakan, evaluasi itu berpotensi  memunculkan ketidakpastian baru bagi pelaku usaha di sektor perlistrikan. Ketidakpastian itu membuat risiko kredit untuk pembangkit listrik menjadi meningkat.

“Sebab regulasi berubah-ubah. Return of investment-nya menjadi tidak jelas. Tentu lembaga keuangan akan buat perhitungan dengan menaikkan cost of fund bagi debitur pembangkit listrik di program ini,” ujar Rizka.

Padahal, kata Rizka, awalnya lembaga keuangan sangat optimistis dengan pembiayaan di power plant utamanya program 35ribu MW. Namun kemudian, apetite-nya menurun seiring dengan munculnya berbagai regulasi yang kerap berubah dan meningkatkan risiko kredit.

Sehingga ke depan, ujar Rizka, kenaikkan cost of fund akan berdampak pada harga jual listrik yang tiba ke konsumen. “Ujung-ujungnya konsumen yang kena,” ucap dia.

Kepercayaan Investor Hilang

Ia menambahkan, evaluasi kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) juga dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan investor kepada pemerintah.

Padahal, menurut Rizka, pemerintah sedang berupaya memperbaiki iklim investasi, termasuk di ketenagalistrikan.

“Pihak investor tentu akan meragukan komitmen regulator kita. Aturan selalu berubah dan dikaji sewaktu-waktu. Tentu sentimennya menjadi kurang elok,” kata Rizka di Jakarta, Senin (20/11).

BACA JUGA   Energi Mega Persada Torehkan Kinerja Positif di Kuartal III 2020

Ia mengatakan, evaluasi tersebut menimbulkan ketidakpastian di dalam kontrak kerjasama dengan PLN. “Ini akan menimbulkan ketidkapastian,” ucapnya.

Sebagaimana diketahui, pihak PLN siap mengevaluasi sejumlah PPA yang dibangun di Pulau Jawa dan belum memasuki tahap konstruksi atau belum mendapatkan surat jaminan Kelayakan Usaha (SKJU) dari Kementerian Keuangan.

Ada dua pembangkit yang sudah dalam tahap evaluasi yakni PLTU Jawa 3 berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) dan PLTU Cirebon Expansion 2 dengan kapasitas 1.000 MW. PLN melobi agar IPP pembangun pembangkit menjual listriknya dengan harga di bawah US$ 6 sen per kWh.(adi)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *