

Ahok Tidak Tepat Jadi Petinggi BUMN, Ini Alasannya
ENERGI November 21, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com
Polemik terkait rencana penunjukan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebagai petinggi di BUMN energi masih terus bergulir. Bahkan penolakan Ahok terus bermunculan dari berbagai kalangan mulai dari serikat pekerja hingga pengamat dan orang-orang berpengaruh di Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Resource Studies (Iress), Marwan Batubara, mengatakan munculnya penolakan dari berbagai kalangan ini harus benar-benar didengar oleh pemerintah khususnya Menteri BUMN, Erick Tohir, yang memiliki wewenang menunjuk atau memberhentikan direksi di perusahaan BUMN. Dia menilai munculnya penolakan itu tak lepas dari track record Ahok yang diduga sebagai koruptor. Seharusnya harus ada kepastian hukum terhadap Ahok yang dirilis agar semuanya jelas. Rencana penunjukan Ahok ini juga dianggapnya tidak memenuhi asas keadilan.
“Faktanya, dalam berbagai kasus dugaan korupsi, seperti RS Sumber Waras, Rekalamasi Teluk Jakarta, Tanah BMW, Tanah Cengkareng Barat, dan Dana CSR, sejumlah alat bukti telah tersedia untuk memeroses Ahok secara hukum. Namun oleh Lembaga penegak hukum, terutama KPK, Ahok terus mendapat perlindungan, sehingga bebas dari jerat hukum,” kata Marwan dalam diskusi “Tolak Ahok Pimpin BUMN Milik Rakyat” di Pulau Dua Resto, Jakarta, Kamis (21/11).
Khusus untuk kasus RS Sumber Waras, alat bukti yang tersedia sudah lebih dari cukup. Namun KPK sendiri seolah-olaj melindungi Ahok dengan mengatakan Ahok tidak punya niat jahat. Karena itu KPK menyatakan Ahok tidak melanggar hukum dan merugikan negara.
Lebih lanjut, dalam pasal 16 UU BUMN No.19/2003 mensyaratkan pengangkatan direksi BUMN antara lain berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku baik, serta dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan korporasi. Pengangkatan anggota Direksi juga harus dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan. Namun dalam rencana pengangkatan Ahok sebagai petinggi BUMN, ketentuan dalam pasal ini dilanggar oleh pemerintah.
“Dalam hal keahlian, Ahok tidak punya latar belakang kemampuan bidang migas, listrik dan energi yang sangat dibutuhkan untuk mengelola BUMN sekelas Pertamina atau PLN. Kejujuran Ahok jelas sangat diragukan, kalau tidak ingin dikatakan koruptif, terutama dalam pengelolaan dana-dana off-budget yang merugikan keuangan negara dan Pemda DKI,” pungkasnya.
Sementara itu di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute (KJI), Ahmad Redi, menambahkan rencana penempatan Ahok di BUMN sektor energi menyalahi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam sistem negara Indonesia. Meski dalam konteks konstitusi, Ahok memiliki hak untuk menjadi direktur utama atau komisaris di BUMN, namun karena adanya berbagai kasus yang masih “gelap”, maka hak Ahok tersebut dibatasi dengan sendirinya.
Selain persoalan hukum, Ahok saat ini menjadi salah satu anggota partai politik aktif. Meski dalam pasal 16 UU BUMN No.19/2003 larangan menjadi petinggi BUMN adalah pengurus partai, namun status keanggotaan Ahok dalam partai dinilai bukan sebagai anggota biasa. Dia adalah anggota luar biasa yang seharusnya juga masuk dalam kriteria yang dilarang untuk memimpin sebuah BUMN.
“Faktanya memang Ahok adalah bukan pengurus politik di PDIP tapi dalam penjelasan secara filosofis di dalam UU itu muncul karena kalau pegurus partai jadi petinggi BUMN akan ada potensi konflik kepentingan, masalahnya Ahok ini bukan anggota politik kaleng – kalengan tapi anggota partai yang punya afiliasi kuat dalam politik,” ujar Ahmad Redi.
Dia juga membenarkan bahwa dari sisi kompetensi, Ahok sama sekali tidak punya pengalaman faktual kalau dirinya sebagai ahli di sektor energi. Oleh sebab itu rencana penunjukan Ahok sebagai pentinggi BUMN sektor energi patut dipertanyakan. Jika penempatan dirinya sebagai petinggi BUMN hanya faktor coba-coba, Ahmad Redi menilai hal itu sangat membahayakan bagi perusahaan sekelas Pertamina atau PLN.
“Pengalaman pak Ahok untuk memimpin organisasi yang besar itu tidak punya, jadi Dirut itu nggak boleh coba-coba, nggak bisa dari orang kaleng – kalengan sebab Pertamina atau PLN itu BUMN besar,” tutur dia. (DIN/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.