

Agar Transisi Blok Migas Berjalan Mulus, Pemerintah Diminta Buat Juklak Teknis
ENERGI November 20, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, SitusEnergy.com
Peralihan atau masa transisi suatu blok migas, menjadi tantangan serius yang harus dibenahi pemerintah. Pasalnya, operator baru di blok migas itu harus mampu untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi di blok yang ditinggalkan oleh KKKS sebelumnya.
Permasalahan ini salah satunya terjadi pada blok Rokan, dimana pada blok migas terbesar di Indonesia itu Pertamina mengambil alih pengelolaan dari KKKS sebelumnya yang dipegang oleh Chevron.
Pertamina, untuk melanjutkan operasi di Blok Rokan, membutuhkan formula bahan kimia untuk melakukan produksi tahap lanjut, atau yang biasa disebut sebagai EOR (Enhanced Oil Recovery). Formula tersebut sudah dibuat oleh Chevron sebagai operator blok tersebut yang sudah diputuskan pemerintah untuk diserahkan kepada Pertamina di bulan Agustus 2021. Namun dalam prakteknya, dari empat formula yang dipegangnya, Chevron enggan memberikan satu formula kunci.
Mengenai kondisi tersebut, Mantan Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Salis Aprilian pun berkomentar mengenai hal ini. Menurutnya, pemerintah harus bertindak untuk membantu Pertamina menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Tentang formula yang tidak diberikan oleh Chevron, kalau itu memang dilakukan Chevron dengan biaya sendiri (sole risk – risiko ditanggung sendiri) dan belum dimasukkan dalam cost recovery, memang hak mereka untuk memberikan ke Pertamina atau tidak, karena mungkin terkait paten formula dari perusahaan mitranya. Tapi kalau mereka sudah memasukkannya dalam cost recovery, tentunya pemerintah (SKKMigas) dapat memintanya dan tidak alasan untuk menolaknya,” ujar Salis kepada SitusEnergy.com, Jumat (20/11/2020).
Namun demikian, sebelumnya tetap harus dipastikan dahulu bahwa formula EOR tersebut memang terbukti dapat digunakan untuk meningkatkan produksi di lapangan tersebut.
“Kerena injeksi zat kimia sangat rumit untuk diterapkan di lapangan dalam skala besar (full scale). Kalau baru berhasil di lanoratorium, harus diuji di lapangan dengan Pilot Project. Sukses di pilot project pun belum menjamin akan sukses diterapkan di seluruh lapangan, karena teknologi EOR ini sangat tergantung dari volume dan kualitas (karakteristik) bahan kimia tersebut. Istilah saya, adonannya harus “pasti pas!”. Pas kuantitasnya, pas kualitasnya,” ungkapnya.
Sementara itu, pada lapangan-lapangan dalam suatu blok yang akan dialih kelolakan kepada Pertamina, perlu keberpihakan Pemerintah agar ada waktu yang cukup untuk masa transisi. Setidaknya 3-5 tahun sebelum blok tersebut berakhir masa kontraknya, Pertamina sudah diijinkan untuk ikut mengoperasikan bersama.
“Ini memang masalah teknis dan administrasi, juga legal, yang harus didiskusikan bersama. Intinya, Pertamina sudah harus mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya dengan mengetahui lebih banyak dan detil tentang blok yang akan diserahkan tersebut,” tuturnya.
“Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cukup dengan membuat juklak masa transisi yang lebih awal pada Permen ESDM No. 15 tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang akan berakhir kontrak kerja Slsamanya,” pungkasnya. (SNU/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.