

AEPI: Karena Solar Barang Subsidi Penerimanya Harus Jelas Nama dan Alamatnya Apalagi Sudah Ada Digitalisasi
MIGAS October 17, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergi.com
Kelangkaan solar yang terjadi belakangan ini telah menjadi berita heboh karena puluhan ribu mungkin lebih kendaraan angkutan darat dan laut di pulau Sumatera Sulawesi dan juga di beberapa tempat di Jawa mengalami kesulitan atau tidak bisa mendapatkan solar.
Menurut Pengamat Ekonomi AEPI, Salamuddin Daeng, masalah Subsidi Solar ini juga akan jadi persoalan tersendiri bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengigat Solar satu kelompok dengan urusan tambang batubara. Pasalnya untuk mengangkut batubara, para pengusaha membutuhkan bahan bakar solar,
“Demikian pula dengan para pengusaha sawit, pengusaha hasil kayu baik legal maupun ilegal semua butuh bahan bakar solar untuk pengangkutan. Tambang lainnya juga menggunakan bahan bakar solar,” kata Salamuddin kepada Situsenergi.com di Jakarta, Minggu (17/10/2921).
Jadi, menurut dia, solar bukan sekedar sebagai bahan bakar yang kurang ramah lingkungan tapi juga digunakan sebagian besar bagi urusan tidak ramah lingkungan lainnya.
“Karena solar yang disubsidi adalah solar yang kualitasnya paling buruk dan ditenggarai seringkali menjadi bancakan kelompok yang berurusan dengan hutan, tambang dan perkebunan,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan sistem penjualan solar selama ini di Pertamina, apakah sudah dilakukan secara transparan, kemana saja solar itu dijual? Siapa pembelinya by name by address. Menurutnya, semua harus diumumkan oleh Pertamina karena ini barang subsidi, bentuk subsidinya diskriminatif atau cara subsidi yang membedakan orang atas pendapatannya.
“Jadi seharusnya subsidi yang tidak berlaku untuk semua warganegara ini diumumkan nama penerima dan alamatnya sesuai KTP. Apalagi ini era online, harusnya Pertamina sudah bisa memanfaatkan digitalisasi SPBU menyongsong era transparasi dalam rangka membersihkan solar gelap,” tukasnya.
Ia berharap, digitalisasi Pertamina harus berhasil, jangan sampai gagal. Apalagi digitalisasi Pertamina terutama digitalisasi SPBU sudah dibiayai dengan anggaran yang besar.
“Tugas pertama digitalisasi adalah mengatasi pencurian solar, mengatasi solar gelap, mengatasi kelangkaan solar bagi yang memerlukan solar. Tapi mengapa digitalisasi bisa gagal? Siapa tanggung jawab? Ini menjadi pertanyaan kita semua,” pungkasnya.(SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.