

Harga Tiket Penerbangan Mahal, Avtur Sudah Turun Kok Swasta Malah Didorong Bisnis Avtur
ENERGIOPINI March 26, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com
Direktur Energy Watch, Mamit Setiawan mempertanyakan kebijakan perusahaan maskapai penerbangan yang hingga saat ini belum juga menurunkan harga tiket pesawat. Padahal PT Pertamina (Persero) sejak tanggal 16 Februari 2019 telah menurunkan harga avtur menjadi Rp 7.960 perliter dari sebelumnya Rp 8.210.
“Harga avtur terbukti telah diturunkan oleh Pertamina tapi ternyata harga tiket tidak turun, maka sangat aneh jika Menko Maritim malah mendorong agar secepatnya ada perusahaan swasta AKR untuk berbisnis avtur seperti Pertamina Ada apa ini?” tanya Mamit dalam pesan singkatnya yang diterima Situsenergy.com di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, saat ini moda transportasi udara sudah menjadi salah satu pilihan utama masyarakat untuk berbagai macam urusan. “Jadi mahalnya harga tiket sangat memberatkan dan bisa berdampak pada produktivitas dan juga perekonomian masyrakat,” tukasnya.
“Untuk itu, maskapai penerbangan harus menurunkan harga tiket karena harga avtur sudah diturunkan cukup tinggi oleh PT Pertamina,” tambah Mamit.
Sementara Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria menilai, bahwa upaya Pemerintah mendorong agar pihak swasta segera berbisnis avtur di bandara yang ada, terkesan menjustifikasi bahwa penyebab tingginya tarif penerbangan dalam negeri disebabkan oleh harga avtur.
“Publik bisa menilai bahwa harga avtur hanya jadi kambing hitam untuk swasta bisa menyaingi bisnis avtur Pertamina. Apalagi jika ini didorong oleh Menko Maritim supaya swasta segera memperoleh izin berbisnis avtur di bandara,” kata Sofyano di Jakarta, Selasa.
Lebih jauh ia menambahkan, adanya pihak yang mendorong perusahaan swasta untuk berbisnis avtur bersaing dengan Pertamina bisa melukai perasaan rakyat sebagai pemilik BUMN tersebut. “Apalagi pemerintah sendiri telah mengakui bahwa avtur bukan satu satunya penyebab dari mahalnya harga tiket penerbangan dalam negeri,” pungkasnya.
Terpisah, Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori menyoroti soal masih mahalnya harga tiket maskapai dalam negeri, khususnya Garuda Indonesia pasca kebijakan Pemerintah merevisi harga jual eceran avtur. “Ironis, disaat harga eceran avtur telah diturunkan, faktanya harga tiket maskapai dalam negeri, khususnya Garuda Indonesia masih tetap mahal dan menjadi keluhan serta beban konsumen,” ujarnya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, sinergitas BUMN yang telah ditunjukkan oleh Pertamina ternyata tidak ditindaklanjuti oleh keprofesionalan manajemen maskapai penerbangan, terutama Garuda Indonesia untuk meringankan beban biaya pada penumpang. “Oleh karena itu Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN harus mencari tahu akar permasalahan masih mahalnya harga tiket pesawat ini,” ketusnya.
Ia menduga, motif maskapai penerbangan dalam negeri, yang belum juga menurunkan harga tiket pesawat pasca turunnya harga jual eceran avtur adalah untuk mencari keuntungan (margin) yang sebesar-besarnya dengan membebankan semua biaya yang tidak efisien dan gambaran pekerjaan yang tidak efektif di dalam internal manajemen maskapai tersebut kepada konsumen penumpang.
“Patut diduga ini hanya akal-akalan maskapai penerbangan dalam negeri untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan membebankan semua biaya yang tidak efisien dan tidak efektif kepada konsumen,” ketusnya.
Padahal, kata dia, Presiden telah meminta untuk segera menurunkan harga tiket pesawat setelah maskapai dalam negeri, khususnya Garuda Indonesia memperoleh harga jual yang semakin murah. “Jadi pihak Dewan Direksi Garuda Indonesia dapat disebut melakukan tindakan pengabaian perintah Kepala Negara,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya pasal 66 ayat 1, maka BUMN juga terikat pada fungsi Public Service Obligation (PSO) yang berarti lebih mengutamakan pelayanan kepentingan publik atau konsumen penumpang pesawat. “Artinya, margin keuntungan yang bisa diambil oleh Garuda Indonesia tak membuat harga tiket semakin mahal,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan meminta pihak Garuda Indonesia untuk segera menurunkan harga tiket dan itu merupakan perintah. “Sebagai leading nasional airlines, Garuda Indonesia harus segera menurunkan harga tiket,” kata Luhut saat rapat di Kantor Menko Maritim di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Pihaknya, kata Luhut, juga akan menguhubungi pihak terkait agar izin AKR dapat dipercepat dan diberikan tanggal 1 April 2019 agar segera menjadi kompetitor Pertamina dan menyediakan avtur bagi pesawat. “Pihak maskapai juga harus menurunkan harga tiket ke semua route demi kepentingan nasional dan harus dilakukan segera terhitung awal April 2019,” tukasnya.
Menko juga menyesalkan ketidakhadiran Dirut Garuda dalam rapat tersebut. Untuk itu Luhut meminta kepada staf yang mewakilinya agar Selasa (26/3/2019) sore harus hadir guna membahas lebih lanjut terkait instruksi untuk menurunkan harga airlines tiket.(Adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.