

Walhi Nilai Putusan PTUN Jakarta Tidak Beri Keadilan
RILIS October 24, 2018 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Sesudah bersidang lebih dari 8 (delapan) bulan semenjak WALHI memasukan gugatan pada tanggal 28 Februari 2018, hari ini Pengadilan TUN Jakarta memutuskan perkara No 47/G/LH/2018/PTUN-JKT pada tanggal 22 Oktober 2018. WALHI mengajukan gugatan terhadap Menteri ESDM dan PT. Mantimin Coal Mining atas terbitnya Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT. Mantimin Coal Mining Menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi di kabupaten Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah, Propinsi Kalimantan Selatan.
Majelis Hakim PTUN Jakarta yang terdiri dari Hakim Ketua, Sutiyono, SH, MH. dan Hakim Anggota (1) Joko Setiono, SH, MH dan (2) Dr. Nasrifal, SH. MH, memutuskan gugatan WALHI tidak diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Majelis Hakim menilai bahwa PTUN Jakarta tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara ini. Majelis Hakim berargumen bahwa Kontrak Karya terkait dengan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan PT. Mantimin Coal Mining (PT. MCM) berada dalam ranah hukum perdata.
“Atas putusan Majelis Hakim ini, WALHI akan melakukan banding. Upaya banding yang akan ditempuh oleh WALHI untuk membuktikan bahwa penilaian PTUN Jakarta terkait dengan kewenangannya tersebut adalah keliru,” kata Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI, Khalisah Khalid, Senin (22/10/2018).
Ia menambahkan, “WALHI berpandangan terkait dengan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka menjadi kewenangan bagi PTUN untuk mengadili, memeriksa dan memutuskan perkara ini. Kami juga menyesalkan dasar pertimbangan Majelis Hakim yang meletakkan entitas negara setara dengan entitas korporasi”.
Putusan perkara ini copy paste dengan perkara No. 45/G/LH/2018/PTUN-JKT. Dari sini kami melihat Majelis Hakim mengulangi kekeliruan Majelis Hakim pada perkara WALHI Melawan menteri ESDM dan PT. Citra Palu Mineral.
“Kami sangat menyesalkan putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta, terlebih setelah melalui proses persidangan lebih dari 8 bulan. Putusan ini menciderai masyarakat Kalimantan Selatan yang mayoritas menolak izin tambang batubara, dan sekaligus menciderai upaya penegakan hukum lingkungan di Indonesia,” tegas Kisworo Dwi Cahyono, Direktur WALHI Kalimantan Selatan.
Hal yang sama ditegaskan oleh Ketua Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (GEMBUK), pak Rumli. Dia mengatakan, “Kami sangat kecewa dengan putusan ini dan akan tetap berjuang untuk penyelamatan meratus dengan semboyan rakyat Kalimantan Selatan Waja sampai Kaputing, tetap bersemangat dan kuat bagaikan baja dari awal sampai akhir’”.
Majelis Hakim mengabaikan fakta persidangan yang telah disampaikan oleh penggugat baik di PTUN maupun pemeriksaan setempat (PS) yang dilaksanakan di desa Nateh Kabupaten Hulu Sungai Tengah Propinsi Kalimantan Selatan. Selama sidang setempat, penggugat dan masyarakat bisa memperlihatkan kondisi lingkungan dan masyarakat yang hidup di daerah yang akan terkena dampak pertambangan. Masyarakat bisa hidup tanpa ada pertambangan dan alam terjaga dengan baik yang terancam apabila dilakukan penambangan batubara. Daerah pertambangan juga bagian dari DAS Batang Alai yang sedang dibangun daerah irigasi batang alai merupakan salah satu proyek nasional ketahanan pangan. (Fyan)
No comments so far.
Be first to leave comment below.