Oleh: Sofyano Zakaria – Pengamat Kebijakan Energi / Direktur PUSKEPI
PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) merupakan salah satu entitas strategis yang berperan besar dalam memastikan ketahanan energi nasional.
Di tengah dinamika global yang sarat ketidakpastian, keberadaan KPI menjadi semakin vital, apalagi setelah dilakukan proses reintegrasi yang memperkuat tata kelola bisnis kilang dan petrokimia di bawah Pertamina.
Sebagai pengamat kebijakan energi, saya memandang perjalanan KPI bukan sekadar cerita tentang kilang minyak, tetapi tentang kemandirian bangsa dalam mengelola energi untuk masa kini dan masa depan.
KPI lahir pada tahun 2017, saat Pertamina membentuk subholding di bidang refining dan petrokimia sebagai bagian dari transformasi korporasi. Langkah ini merupakan upaya strategis untuk menyatukan seluruh bisnis pengolahan minyak mentah dan petrokimia dalam satu kendali manajemen yang lebih fokus dan efisien.
Dalam masa awalnya, KPI dihadapkan pada berbagai tantangan. Sebagian besar kilang nasional telah beroperasi puluhan tahun, dengan kebutuhan investasi besar untuk modernisasi dan peningkatan kapasitas. Namun, KPI berhasil menjaga kinerja operasionalnya agar tetap andal dan mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri.
Saat ini, KPI mengelola enam kilang utama, yaitu:
Kilang Dumai (RU II), Kilang Plaju (RU III),Kilang Cilacap (RU IV),Kilang Balikpapan (RU V),Kilang Balongan (RU VI),Kilang Kasim, Sorong (RU VII)
Total kapasitas pengolahan keenam kilang ini mencapai lebih dari 1 juta barel per hari, menjadikannya tulang punggung penyediaan BBM nasional.
Pasca dilakukan reintegrasi pengelolaan bisnis pengolahan dan petrokimia, KPI kini tampil sebagai organisasi yang lebih solid dan efisien. Integrasi ini tidak hanya soal struktur, tetapi menyangkut penyatuan visi, strategi, serta optimalisasi aset dan SDM yang tersebar di berbagai kilang.
Kinerja KPI pada kuartal pertama 2025 mencatat prestasi luar biasa: intake minyak mencapai 78 juta barel atau 106 persen dari target, dengan Plant Availability Factor (PAF) mencapai 99,83 persen, angka yang menunjukkan keandalan operasional kelas dunia.
Dari sisi penghargaan, KPI juga menorehkan banyak prestasi. Sejumlah sertifikasi ISO, penghargaan Subroto, hingga pengakuan internasional di ajang Asian Downstream Summit (ADS) 2025 berhasil diraih. KPI dinobatkan sebagai Leader of the Year dan Sustainable Technology of the Year, membuktikan bahwa pengelolaan kilang di Indonesia tidak kalah dengan perusahaan global.
Ke depan, KPI harus mampu memainkan peran yang jauh lebih strategis. Dunia tengah bergerak menuju era transisi energi. Indonesia pun menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dalam konteks ini, KPI tidak bisa hanya berfungsi sebagai pengolah minyak mentah, tetapi juga sebagai motor transformasi energi bersih.
Langkah ke arah itu sebenarnya sudah dimulai. Salah satu kilang Pertamina telah berhasil memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) dari minyak jelantah — sebuah inovasi yang menunjukkan bahwa kilang Indonesia bisa menjadi pelopor energi hijau di kawasan Asia Tenggara.
Namun demikian, tantangan masih besar. Kapasitas kilang nasional saat ini masih sekitar 1,1 juta barel per hari, sedangkan kebutuhan domestik sudah melampaui 1,6 juta barel per hari. Artinya, masih ada gap sekitar 500 ribu barel yang harus dipenuhi dari impor. Di sinilah KPI diharapkan terus berinovasi, meningkatkan kapasitas, mempercepat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP), serta mengoptimalkan digitalisasi dan efisiensi energi.
Dengan reintegrasi yang telah berjalan efektif, KPI kini bukan hanya operator kilang, tetapi juga arsitek ketahanan energi nasional. Sinergi antar kilang yang terkelola secara terpusat memungkinkan produksi yang lebih efisien, suplai yang lebih stabil, serta kontrol kualitas yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, KPI berperan penting dalam yakni:
-Menjamin pasokan BBM nasional, khususnya di tengah fluktuasi harga minyak dunia;
-Menghasilkan produk petrokimia bernilai tinggi, untuk menekan ketergantungan impor;
Mendukung transisi energi, melalui inovasi produk ramah lingkungan dan efisiensi operasional;
-Meningkatkan nilai tambah nasional, karena setiap barel minyak yang diolah di dalam negeri berarti menjaga devisa dan lapangan kerja.
Saya melihat, PT Kilang Pertamina Internasional telah dan akan terus menjadi pilar utama dalam menjaga kemandirian energi bangsa. Dari masa lalu yang penuh tantangan, kini KPI telah menunjukkan kematangan dan kinerja yang patut diapresiasi. Namun ke depan, KPI dan atau apapun namanya nanti, dituntut tidak hanya efisien dan andal, tetapi juga inovatif dan berkelanjutan.

KPI adalah simbol dari transformasi Pertamina menuju perusahaan energi kelas dunia. Jika terus menjaga integritas, efisiensi, dan keberlanjutan, saya yakin KPI akan menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional sekaligus pelopor kilang hijau di Asia. [•]
Leave a comment