Jakarta, situsenergi.com
Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari, menilai kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran masih menyisakan banyak pekerjaan besar yang perlu diselesaikan.
Pernyataan ini disampaikan Ratna menanggapi komentar Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang menyebut hanya Presiden yang berhak menilai kinerja kementerian. Ratna menilai, justru publik dan DPR memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja kementerian agar sejalan dengan target kemandirian serta keberlanjutan energi nasional.
“Kami tentu menghargai semangat kerja Pak Menteri, tetapi evaluasi publik dan DPR tetap penting agar arah kebijakan energi nasional tidak melenceng dari target kemandirian dan keberlanjutan. Masih banyak PR besar yang belum tuntas,” kata Ratna di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Proyek Strategis Energi Belum Menunjukkan Kemajuan
Ratna menyoroti sejumlah proyek strategis nasional (PSN) di sektor energi yang belum menunjukkan kemajuan signifikan. Beberapa proyek besar tersebut meliputi pembangunan kilang minyak dalam negeri, pabrik etanol berbasis tebu dan singkong, hingga transisi menuju energi bersih.
Ia menegaskan, pembangunan kilang minyak sangat penting untuk menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM. “Kilang minyak ini bukan proyek biasa. Ini proyek strategis yang berperan besar menjaga ketahanan energi nasional. Namun, progresnya hingga kini belum terlihat nyata,” ujarnya.
Selain itu, Ratna juga mengkritisi lambannya pengembangan pabrik etanol sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Menurutnya, jika proyek ini berjalan cepat, Indonesia bisa memiliki sumber energi baru yang lebih hijau dan mandiri.
Tantangan Implementasi Energi Hijau
Ratna juga menilai pelaksanaan kebijakan energi hijau di Indonesia masih belum optimal. Ia menyoroti rendahnya pemanfaatan energi surya, angin, dan biomassa yang seharusnya menjadi prioritas dalam mendukung transisi energi bersih.
“Tanpa roadmap yang jelas dan investasi jangka panjang, target net zero emission sulit tercapai. Pemerintah harus punya arah yang konkret dan terukur,” tegas legislator Fraksi PKB itu.
Menurut Ratna, keberhasilan transisi energi tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga pada kesiapan infrastruktur dan kolaborasi lintas sektor. Ia menilai, perlu ada dorongan lebih kuat agar investor mau menanamkan modal di sektor energi hijau.
Penyusunan Aturan Turunan UU Minerba Jadi PR Mendesak
Selain proyek energi, Ratna juga menyoroti lambannya penyusunan aturan turunan dari Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Ia menilai hal ini bisa menghambat kepastian hukum di sektor pertambangan nasional.
“UU Minerba harus segera diturunkan dalam bentuk aturan teknis agar tidak menimbulkan kekosongan hukum. Kementerian ESDM perlu mempercepat penyusunan agar pelaku industri tambang bisa beroperasi dengan kepastian,” jelasnya.
Ratna menambahkan, aturan turunan UU Minerba juga berperan penting dalam memastikan keberlanjutan industri tambang nasional, terutama terkait hilirisasi dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
Dorong Transparansi dan Tata Kelola Energi yang Berkeadilan
Ratna menegaskan, Komisi VII DPR RI tetap mendukung langkah-langkah strategis pemerintah untuk memperkuat ketahanan energi dan mendorong kemandirian sumber daya nasional. Namun, ia menekankan perlunya transparansi dan keberpihakan pada kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan energi.
“Evaluasi bukan berarti hanya mencari kesalahan. Ini momentum untuk memperbaiki tata kelola energi agar lebih efisien, berkeadilan, dan berdaulat,” tutupnya.

Dengan berbagai catatan tersebut, Ratna berharap Kementerian ESDM dapat mempercepat realisasi proyek strategis dan memperkuat koordinasi lintas lembaga demi tercapainya kemandirian energi nasional yang berkelanjutan. (GIT)
Leave a comment