Jakarta, situsenergi.com
PT Pertamina (Persero) mempertegas komitmennya dalam mempercepat terwujudnya kemandirian energi nasional melalui strategi bisnis yang sejalan dengan arah kebijakan pemerintah. Komitmen ini disampaikan oleh Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, dalam acara Indonesia Langgas Berenergi di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menilai bahwa struktur energi nasional telah berubah signifikan dibandingkan era 1990-an. Kini, konsumsi energi jauh melampaui produksi dalam negeri, sehingga Indonesia masih bergantung pada impor bahan bakar. Pemerintah, kata Bahlil, menempatkan kemandirian energi sebagai prioritas dalam visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Untuk menekan impor, pemerintah terus memperluas penggunaan bahan bakar nabati. “Tahun ini, penerapan B40 atau campuran 40 persen CPO dengan solar murni menurunkan impor solar hingga sekitar 4 juta ton per tahun. Tahun depan, target kami naik menjadi B50 agar Indonesia tidak perlu impor solar lagi,” ujar Bahlil.
Ia menambahkan, kemandirian energi juga diwujudkan lewat percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi. Kolaborasi antara pemerintah dan BUMN energi menjadi fondasi penting dalam mewujudkan Indonesia yang tangguh dan berdaulat energi.
Dalam kesempatan yang sama, Simon Mantiri menegaskan komitmen Pertamina untuk mendukung penuh arah kebijakan pemerintah. “Sesuai Asta Cita Presiden, Pertamina berkomitmen memperkuat sektor pangan, energi, dan air melalui strategi dual growth. Kami tidak hanya mengoptimalkan bisnis eksisting, tetapi juga memperluas bisnis rendah karbon,” ujarnya.
Simon menjelaskan bahwa pada sektor hulu, PT Pertamina Hulu Energi terus mengembangkan teknologi baru untuk meningkatkan produksi minyak dan gas. Di sektor hilir, Pertamina fokus pada efisiensi kilang, termasuk proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang ditargetkan beroperasi pada November 2025. Proyek ini akan meningkatkan kapasitas pengolahan, menghasilkan produk setara standar Euro 5, dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM.
Selain itu, Pertamina juga mempercepat transformasi ke arah energi rendah karbon. Salah satunya dengan meluncurkan Pertamax Green 95, bahan bakar yang mengandung 5 persen etanol (E5) untuk menekan emisi. Perusahaan juga memperluas pengembangan panas bumi (geothermal) dan proyek carbon capture and storage (CCS/CCUS) sebagai bagian dari roadmap menuju Net Zero Emission 2060.

Pertamina menegaskan bahwa seluruh langkah ini sejalan dengan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) dan mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagai pemimpin transisi energi, Pertamina berambisi menjadikan Indonesia tidak hanya mandiri energi, tetapi juga berdaulat secara berkelanjutan. (*)
Leave a comment