Home OPINI Membangun Jembatan Fiskal Indonesia: Dari Ekonom Murni ke Insinyur-Ekonom
OPINI

Membangun Jembatan Fiskal Indonesia: Dari Ekonom Murni ke Insinyur-Ekonom

Share
Membangun Jembatan Fiskal Indonesia: Dari Ekonom Murni ke Insinyur-Ekonom
Share

Oleh : Andi N Sommeng

Pergantian menteri keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewo menimbulkan diskursus publik yang cukup menarik. Bukan semata karena momentum politik dan ekonomi yang melingkupinya, melainkan juga karena perbedaan latar belakang intelektual kedua tokoh.

Latar Akademik dan Paradigma Ilmu

Sri Mulyani adalah ekonom murni. Lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, melanjutkan studi hingga meraih Ph.D di University of Illinois Urbana-Champaign, ia dibesarkan dalam tradisi ekonomi pembangunan dan kebijakan fiskal yang ortodoks. Narasi yang dibawa pun konsisten: disiplin fiskal, transparansi, dan reformasi kelembagaan.

Sebaliknya, Purbaya Yudhi Sadewo adalah insinyur lulusan ITB yang kemudian berbelok ke ekonomi. Ia menempuh studi lanjut di bidang ekonomi di AS, dan menjadi akademisi yang menekuni ekonomi makro serta perencanaan pembangunan. Perpindahan dari dunia teknik ke ekonomi tidaklah asing: banyak insinyur yang menemukan daya tarik analisis makroekonomi karena kedekatan metodologinya dengan pemodelan sistem, optimasi, dan analisis dinamis.

Gaya Pendekatan

Perbedaan latar ini berpotensi mempengaruhi gaya pengelolaan fiskal. Ekonom murni seperti Sri Mulyani terbiasa menekankan disiplin anggaran, kredibilitas fiskal, serta hubungan erat dengan lembaga keuangan internasional . Ia tampil sebagai teknokrat yang menjaga kepercayaan investor dan lembaga donor, meskipun sering dianggap terlalu “neoliberal” oleh sebagian kalangan.

Purbaya, dengan latar belakang insinyur, kemungkinan lebih menekankan pendekatan sistemik: fiskal sebagai engineering system yang dapat dirancang ulang, dioptimalkan, dan diuji ketahanannya terhadap guncangan eksternal. Jika Sri Mulyani cenderung berbahasa kurva dan indikator makro, Purbaya bisa saja lebih nyaman dengan diagram alir, stress test, dan logika rekayasa sistem.

Tantangan yang Sama

Namun, siapapun yang duduk di kursi menkeu, tantangannya tetap sama: menjaga defisit agar tidak melebar, mengendalikan utang agar tetap berkelanjutan, serta memastikan ruang fiskal tersedia untuk pembangunan.

Pergantian dari Sri Mulyani ke Purbaya lebih tepat dipahami bukan sebagai pergeseran ideologi besar, melainkan perubahan gaya narasi dan metodologi. Seperti mengganti software: dari Excel yang penuh tabel dan formula, ke PowerPoint yang menampilkan grafik, skema, dan outlook.

Penutup

Masyarakat tentu berhak memberi apresiasi sekaligus kritik. Media sosial boleh saja menertawakan “Sri sang ekonom asli” dan “Purbaya sang insinyur-ekonom”. Tetapi yang terpenting bukan latar belakang akademis keduanya, melainkan kemampuan menjaga jembatan fiskal Indonesia agar tidak roboh sebelum 2045.

Pada akhirnya, baik ekonom murni maupun insinyur-ekonom, mereka hanyalah bendahara sebuah rumah tangga besar bernama Indonesia—yang penghuninya masih sering lupa membayar iuran, tapi pandai membuat tagar trending.[]

|A||N||S|
Insinyur Murni UI
Buitenzorg, 11Agustus2025.
Verba Volant Script Manent

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Ferdinand Hutahaean: Polemik SPBU Swasta Harus Dilihat Secara Jernih, Bukan Tuduhan Monopoli Pertamina

Jakarta, Situsenergi.com Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean, menilai polemik...

Antara Pertalite dan RON95 [2]

oleh : Prof Dr Ir Andi N Sommeng DEA Harga BBM adalah...

Plus Minus Dominasi IPP dalam RUPTL 2025-2034

Oleh : M. Kholid SyeiraziCenter for Energy Policy RUPTL 2025-2034 merencanakan tambahan...

Reaktor Nuklir Mini, Ambisi Maksimal: SMR dan Ketahanan Energi yang Masih Dalam Draft

Oleh: Andi N Sommeng(Guru Besar UI, Pemerhati Kebijakan Invensi Teknologi dan Energi-Mantan...