

Soal Pungutan Batu Bara, ESDM dan Kemenkeu Belum Capai Kesepakatan
MINERBA April 4, 2023 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Sistusenergi.com
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan, bahwa pihaknya dan Kementerian Keuangan belum mencapai kesepakatan soal skema pungutan dan penyaluran Dana Kompensasi Batu Bara karena berkaitan dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Kita sudah membahas hal ini dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, namun belum mencapai kesepakatan. Masih perlu kesepakatan,” kata Arifin di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (03/4/2023).
Menurut Arifin, skema pungutan dan penyaluran dana batu bara ini dilakukan untuk saling mengkompensasi perusahaan tambang. Dana tersebut dipungut dari pelaku batu bara yang tidak bisa memenuhi alokasi batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
“Selanjutnhya, dana kompensasi ini diberikan kepada perusahaan batu bara yang memenuhi DMO. Skema ini bertujuan menutup selisih harga jual batu bara dalam negeri dengan harga internasional/ pasar,” ujarnya.
Hanya saja, Lnjut dia, skema pungutan dan penyaluran dana kompensasi ini dikenakan PPN. Padahal, menurut Arifin, PPN sudah dikenakan pada transaksi jual beli.
“Harusnya kalau tarik salur tidak dikenakan (PPN), kan sifatnya mengkompensasi apa yang menggendong DMO ya. Nah itu kompensasinya ditarik, kemudian dibagikan kepada yang memenuhi (DMO). Harusnya dia kan sudah kena pajak duluan,” papar Arifin.
Skema pungutan iuran batu bara awalnya akan dipungut oleh Badan Layanan Umum (BLU). Namun kemudian BLU diganti dengan Mitra Instansi Pemerintah (MIP) lantaran dana kompensasi tidak terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pada kesempatan yang sama, Menteri Arifin juga menilai, bahwa larangan ekspor tembaga bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) akan membawa potensi kerugian.
“Oh pasti (ada potensi kerugian). Kalau misalnya dilarang, loss-nya banyak karena kita (saham pemerintah di PTFI) 51 persen. Dan kemudian ada lagi pendapatan-pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah,” ujar Arifin.
Sebagaimana diketahui batas izin ekspor tembaga mentah PTFI hanya sampai bulan Juni 2023. Pemerintah ingin tembaga diolah dan memiliki nilai tambah sebelum diekspor.
“Berdasarkan perkiraan, kerugian per tahun atas penghentian ekspor tembaga PTFI bisa mencapai 8 miliar dolar AS,” katanya.
Menurut Arifin, sejatinya izin ekspor tembaga ke depannya tergantung dari pada perkembangan pembangunan smelter yang sejauh ini sudah mencapai 60 persen berdasarkan laporan per kuartal pertama 2023.

“Jadi progres cukup bagus. Cuma kalau larangan ekspor diberlakukan kan sahamnya pemerintah mayoritas 51 persen, belum pendapatan-pendapatan (pajak). Ini yang harus kita cermati,” tutup Arifin.(Ert/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.