Logo SitusEnergi
Pelaku Usaha di Industri Timah Diminta Beri Masukan Konstruktif ke Pemerintah Pelaku Usaha di Industri Timah Diminta Beri Masukan Konstruktif ke Pemerintah
Jakarta, Situsenergi.com Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin meminta kepada pelaku usaha di industri timah untuk bisa memberikan masukan konstruktif... Pelaku Usaha di Industri Timah Diminta Beri Masukan Konstruktif ke Pemerintah

Jakarta, Situsenergi.com

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin meminta kepada pelaku usaha di industri timah untuk bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. Dan juga meminta kepada pengusaha agar menyiapkan diri, termasuk berkonsorsium membangun industri yang lebih hilir.

“Menurut kami paling tidak saat ini, adalah penetrasi pasar. Timah kita sudah (diekspor) ke 26 negara. Kalau kita ekspor
ingot-nya (balok timah), apa yang mereka lakukan dengan ingot kita? Bisakah nanti ketika kita sudah produksi tin solder, tin chemicals, siapa yang mau beli produk kita. Bapak ibu pelaku industri ini bantu pemerintah supaya jangan sampai kita bisa buat, tidak bisa jual,” katanya dalam Indonesia Tin Conference 2022 di Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Ia mengungkapkan, meski tin ingot sudah cukup hilir, namun smelter PT Timah yang mengolah bijih timah telah berusia sekitar 50 tahun sehingga perlu dilakukan upaya transformasi lebih lanjut.

“Setahu saya, smelter PT Timah itu dibangun tahun 1971, artinya 50 tahun lalu, pantas-pantas saja kalau pimpinan pemerintah mengatakan masak 50 tahun gitu-gitu saja? Harus ada langkah maju yang dilakukan,” tukasnya.

Ia menyebut dari data yang dihimpun, memang belum banyak industri hilir yang bisa menyerap tin ingot hasil hilirisasi. Di sisi lain, industri hilir seperti otomotif dan elektronik yang sudah ada pun memiliki jaringan rantai pasok sendiri.

BACA JUGA   Awal 2025 Cerah, Medco Bukukan EBITDA Tumbuh Meski Laba Turun

“Ketika hilirisasi ini nanti jadi kewajiban, bagaimana kita menyiapkan diri, misalnya, jangan sampai kita bisa buat tapi tidak bisa jual,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu.

Ridwan mengakui bahwa pemerintah kini tengah menyiapkan data kondisi saat ini dan waktu yang diperlukan untuk menciptakan ekosistem hilirisasi di dalam negeri.

“Pemerintah bahkan telah mengundang ahli pembangunan hingga asosiasi profesi untuk mengkaji kebutuhan investasi, lokasi dan durasi pembangunan, hingga investor potensial terkait pembangunan smelter dan industri hilir tin ingot,” ujarnya.

Terkait rencana pelarangan ekspor timah yang belakangan menjadi perdebatan, Ridwan mengungkapkan sejumlah alasan mulai dari serapan yang rendah hingga potensi penyerapan tenaga kerja yang besar.

Selain itu, larangan ekspor juga dilakukan lantaran serapan hilirisasi balok timah (tin ingot) masih sangat rendah, yakni sebesar 5 persen.

“Dari sekian banyak produk, hanya kurang lebih 5 persen yang lebih hilir dari tin ingot yang dikelola di dalam negeri. Ini PR paling besar ketika pelarangan ekspor tin ingot terjadi,” katanya.

“Serapan balok timah di hilir masih belum optimal. Saya khawatir industri dalam negeri tidak mampu menampung pasokan tin ingot begitu larangan ekspor terbit,” tukasnya.

Ridwan juga mengatakan pelarangan ekspor dilakukan sebagai wujud UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengamanatkan hilirisasi.

BACA JUGA   Angkutan Barang KAI Tumbuh 3 Persen hingga April 2025, Didominasi Batubara

“Kita juga perlu mempertimbangkan dampak penyerapan tenaga kerja. Kita perlu lapangan kerja yang banyak. Arahan ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” pungkasnya.(Ert/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *