Jakarta, Situsenergi.com
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan, persoalan praktik pertambangan tanpa izin (peti) saat ini dan dari dulu sudah sangat marak tetapi belum dapat diatasi secara efektif. Ini karena penegakan hukum yang kurang maksimal dan tidak serius.
“Jadi rencana pemerintah membentuk unit kerja eselon satu untuk penegakan hukum sektor ESDM di Kementerian ESDM cukup positif. Hal ini bisa menjadi dorongan untuk pemberantasan peti. Paling tidak bisa menjadi pendorong untuk efektivitas penegakan hukum,” kata Bisman dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Menurutnya, dalam penertiban peti selama ini Kementerian ESDM melakukannya lewat inspektur tambang. Namun, inspektur tambang tidak memiliki kewenangan untuk penanganan peti.
“Untuk itu, keberadaan Gakkum ESDM nantinya, tentu harus tetap kerja sama dengan polisi, termasuk sinergi dengan (Ditjen) Gakkum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan jika ada peti di lokasi hutan,” katanya.
Lebih jauh Bisman mengatakan, praktik penambangan ilegal tidak jelas penanganan dan progresnya. Pasalnya, Kementerian ESDM menganggap peti adalah kewenangan aparat hukum. Kementerian ESDM merasa tidak punya kewenangan penindakan, sedangkan aparat hukum (polisi) tidak ada satuan khusus menangani peti.

“Mungkin ini salah satu urgensi ada gakkum di Kementerian ESDM, sehingga jika ternyata masih juga marak, berarti tanggung jawab ESDM,” katanya.
Masih menurut Bisman, agar penertiban praktik peti tuntas, maka perlu dilakukan penegakan hukum yang benar, apalagi penambangan ilegal tersebut dilakukan tanpa sembunyi-sembunyi.
“Jika penegakan hukum benar, maka dengan mudah peti bisa diatasi. Patut juga diseriusi bahwa peti juga banyak melibatkan kekuatan besar. Jadi harus ada komitmen kuat dari atas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Antonius Agung Setijawan mengatakan faktor umum penyebab peti adalah terbatasnya lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak memerlukan syarat pendidikan, tergiur hasil yang instan.
“Ada juga dukungan pemodal serta penegakan hukum yang tidak merata di setiap tempat,” katanya saat berbicara pada sebuah webinar, pekan lalu.
Terkait faktor motivasi pelaku penambangan ilegal, Agung mengatakan hal itu terjadi karena empat sebab, yaitu adanya niat melakukan kejahatan, kesempatan karena penegakan hukum yang lemah, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari serta keterbatasan lapangan kerja.
Agung menjelaskan, upaya penanganan peti dari Kementerian ESDM dilakukan melalui penataan wilayah dan regulasi serta pembinaan oleh PPNS.
Selain itu pendataan dan pemantauan oleh informasi teknologi (IT) serta formalisasi menjadi wilayah pertambangan rakyat (IPR). Untuk KLHK penanganan melalui pemulihan kerusakan dan lahan serta pengendalian peredaran dan penggunaan B3.
“Untuk Kemendagri koordinasi dengan pemda serta Polri berupa penindakan,” ujarnya.
Data Kementerian ESDM memperlihatkan, lokasi peti ada di 2.741 titik, salah satu yang terbanyak berada di di Sumatera Selatan, yaitu 33 lokasi peti batu bara di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) salah satu perusahaan nasional dan 529 lokasi peti mineral.
Praktik penambangan ilegal komoditas batu bara, mineral logam dan nonlogam juga terjadi di Kalimantan Timur, yaitu 36 peti batu bara di dalam WIUP dan enam peti mineral. Di Kalimantan Selatan, 26 lokasi peti batu bara dan 1 peti mineral.(Ert/SL)
Leave a comment