Jakarta, Situsenergi.com
PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Subholding Commercial and Trading Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga jual gas LPG Non Public Service Obligation (PSO) alias gas non subsidi, dengan besaran 7,5 persen, berkisar antara Rp 1.600 – Rp 2.600 per Kg. Meski demikian, PPN mengklaim harga jual LPG itu masih jauh lebih murah ketimbang harga jual LPG di negara lain.
Hal itu disampaikan oleh Pjs Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, Senin (27/12/2021). Menurutnya, dibanding negara tetangga seperti Vietnam, Filipina dan Singapura, harga LPG non subsidi di Indonesia yang baru mengalami kenaikan harga masih lebih murah.
“Harga LPG Pertamina masih kompetitif yakni sekitar Rp 11.500/Kg per 3 November dibandingkan Vietnam sekitar Rp 23.000/Kg, Filipina sekitar Rp 26.000/Kg, dan Singapura sekitar Rp 31.000/Kg. Untuk Malaysia dan Thailand harga LPG relatif rendah karena adanya subsidi dari pemerintah masing-masing,” ungkap Irto.
Ia juga menjelaskan, Patra Niaga melakukan penyesuaian harga LPG non subsidi untuk merespon tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021, dimana pada November 2021 mencapai 847 USD/metrik ton.
“Harga tertinggi sejak tahun 2014 atau meningkat 57% sejak Januari 2021,” ungkap Irto.
Menurutnya penyesuaian harga LPG non subsidi terakhir dilakukan tahun 2017. Harga CPA November 2021 tercatat 74 persen lebih tinggi dibandingkan penyesuaian harga 4 tahun yang lalu.
“Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG kedepan serta menciptakan fairness harga antar daerah,” ujar dia.
Irto memastikan LPG subsidi 3 Kg yang secara konsumsi nasional mencapai 92.5 persen tidak mengalami penyesuaian harga, tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
“Pertamina akan memastikan stok dan distribusi LPG berjalan dengan maksimal serta melanjutkan edukasi penggunaan LPG yang tepat sasaran,” pungkas Irto. (SNU)
Leave a comment