Logo SitusEnergi
Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca, PLN Lakukan Teknologi Co-Firing Biomassa Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca, PLN Lakukan Teknologi Co-Firing Biomassa
Jakarta, situsenergi.com Dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, beberapa PLTU milik PLN... Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca, PLN Lakukan Teknologi Co-Firing Biomassa

Jakarta, situsenergi.com

Dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, beberapa PLTU milik PLN melakukan teknologi co-firing biomassa dengan porsi rata-rata 10 persen untuk PLTU Jawa-Bali dan 20 persen untuk PLTU luar Jawa-Bali dengan capacity factor 70 persen.

Hal ini dikatakan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Sabtu (23/10/2021). “Total kapasitas setara 2.700 MW dan membutuhkan 8-13 juta ton biomassa per tahun,” ucap Rida.

Menurut Rida, teknologi co-firing biomassa di PLTU milik PLN merupakan salah satu dari beberapa upaya yang dilakukan untuk penurunan emisi gas rumah kaca dan mendukung pencapaian bauran energi baru terbarukan. 

“Selain pelaksanaan co-firing biomassa, hal itu juga bisa dilakukan dengan mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit energi baru terbarukan, serta menjalankan konservasi dan efisiensi energi,” tukas Rida.

Pihaknya juga menginisiasi sistem cap and trade carbon melalui uji coba perdagangan karbon di sub sektor ketenagalistrikan untuk memangkas emisi gas rumah kaca yang dilepaskan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

BACA JUGA   Bukan Cuma Omon-omon Soal Go Green! Pertamina Pasang PLTS Atap Terbesar di Kilang Balikpapan

“Langkah ini bertujuan untuk mendukung target pemangkasan emisi karbon atau gas rumah kaca di sektor energi sebesar 314-398 juta ton pada 2030,” katanya.

“Uji coba perdagangan karbon ini menerapkan mekanisme cap, trade, dan offset, sehingga diperlukan pembatasan terhadap nilai emisi karbon yang dihasilkan dari setiap pembangkit listrik batubara,” lanjutnya.

Lebih jauh ia mengatakan, entitas yang mengemisi lebih dari cap diharuskan membeli izin emisi dari entitas yang mengemisi di bawah cap atau membeli sertifikat penurunan emisi.

“Dalam hal entitas tersebut tidak dapat membeli izin emisi atau sertifikat penurunan atas emisi di atas cap seluruhnya maka sisa emisi akan dikenakan pajak karbon,” ujar Rida.

“Pengembangan kelistrikan ke depan terutama di sisi pembangkitan akan makin bergeser ke penggunaan sumber daya dan teknologi yang ramah lingkungan seiring dengan upaya PLN dan pemerintah untuk bergeser ke netralitas karbon,” pungkasnya.

Sementara itu, program dedieselisasi dilakukan pada 588 MW PLTD yang setara dengan 1,2 GWp pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang di antaranya dilengkapi dengan baterai.

Pemerintah juga mengupayakan cara lain dengan membangun 4,7 GW PLTS dan 0,6 GW pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) untuk mencapai bauran energi baru terbarukan 23 persen yang semuanya ditargetkan selesai pada 2025.(ERT/RIF)

BACA JUGA   Luar Biasa! PLN Cuan Rp6,6 Triliun, Konsumsi Listrik Naik Tajam

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *