Logo SitusEnergi
Memanas, SP PLN Tolak PGE Jadi Induk Holding Listrik Panas Bumi Memanas, SP PLN Tolak PGE Jadi Induk Holding Listrik Panas Bumi
Jakarta, Situsenergi.com Serikat Pekerja di sektor ketenagalistrikan seperti Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) atau SP PLN, Persatuan Pegawai PT. Indonesia Power (PP IP), dan... Memanas, SP PLN Tolak PGE Jadi Induk Holding Listrik Panas Bumi

Jakarta, Situsenergi.com

Serikat Pekerja di sektor ketenagalistrikan seperti Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) atau SP PLN, Persatuan Pegawai PT. Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT. Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) menolak Program Holdingisasi dan rencana Kementerian BUMN yang berniat untuk melakukan Privatisasi terhadap usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PT. PLN (Persero) dan anak usahanya. 

SP PLN juga menolak jika Pertamina Geothermal Energy (PGE) dijadikan induk holding panas bumi dan seluruh aset pembangkit panas bumi PLN diambil alih oleh PGE. 

Ketua SP Indonesia Power, Andy Wijaya mengatakan, ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak privatisasi melalui holding BUMN panas bumi. Pertama adalah, karena berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2003 Nomor 001, 021 dan Nomor 22, serta perkara Nomor 111 Tahun 2015, dimana keduanya tentang Judicial Review Undang-Undang Ketenagalistrikan yang memang secara konsisten MK memutuskan bahwa tenaga listrik masuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. 

“Tafsir MK sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menafsirkan konstitusi secara final dan mengikat, memutuskan bahwa tenaga listrik masuk kedalam UUD Tahun 1945, pasal 33 ayat 2, dan itu yang menjadi pijakan kami,” ujar Andy dalam konferensi pers virtual hari ini, Selasa (27/7/2021).

“Pertanyaan kami di SP PLN, kenapa holdingisasi PLN dipimpin oleh Pertamina Geothermal Energy. Padahal kami PLN (Persero) untuk EBT (energi barudan terbarujkan) telah terbukti menyediakan listrik secara handal dan hijau kepada masyarakat,” sambungnya.

Berbeda dengan SP PLN, Presiden Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Periode 2004-2015,  Ugan Gandar justru berpikir sebaliknya. Menurut Ugan, karakteristik Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) sangat berbeda dengan pembangkit listrik lainnya. Menurutnya, jika berbicara soal PLTP, jelas maka yang dibicarakan adalah suatu pekerjaan di bawah tanah melalui pengeboran. Sedangkan pembangkit listrik lainnya, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara misalnya, maka hal itu adalah pekerjaan yang dilakukan di atas tanah. 

“Pengeboran itu adalah kompetensinya Pertamina dari dulu. Ini kompetensinya ini ada di hulu, hulunya Pertamina, Gas, LNG, Panas Bumi, Minyak dan lainnya itu ada di hulu nya Pertamina. Jadi yang ada di kompetensi nya itu jangan malah diambil alih,” ujar Ugan kepada Situsenergi.com, Selasa (27/7/2021). 

Senada, Direktur ReforMiner, Komaidi Notonegoro menilai, bisnis Panas Bumi dan PLTP itu memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan pembangkit listrik lainnya. Menurutnya, pengembangan listrik panas bumi harus terintegrasi antara hulu dan hilirnya, sebab memang aset berupa uap uang dihasilkan, harus diolah di tempat dan tidak bisa dibawa kemana-mana. 

“Karena uap tidak bisa diangkut seperti batubara, minyak atau gas, sehingga pembangkit harus dibangun dilokasi yang sama. Kajian ReforMiner juga menemukan tahapan paling sulit dari pembangkitan listrik panas bumi adakah proses sampai dengan memproduksikan uap. Investasi kira-kira 60 persen hulu (produksi uap) dan 40 persen hilir produksi listriknya. Sehingga yang menjadi kunci dalam hal ini adalah industri hulu atau proses eklporasi dan eksploitasi uapnya,” pungkas Komaidi. (SNU)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *