Logo SitusEnergi
Menyoal Eksistensi BPH Migas Pasca Surat Menteri ESDM ke Presiden Menyoal Eksistensi BPH Migas Pasca Surat Menteri ESDM ke Presiden
Oleh: Defiyan Cori Ekonom Konstitusi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berbeda pandangan dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) cq... Menyoal Eksistensi BPH Migas Pasca Surat Menteri ESDM ke Presiden

Oleh: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berbeda pandangan dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) cq Menteri ESDM mengenai keberlanjutan proyek pembangunan Pipa Transmisi-B Gas Cirebon-Semarang (Cisem). Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dikabarkan telah memutuskan agar proyek pipa transmisi ini dikerjakan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perbedaan pandangan itu tak hanya masalah status pengelolaan proyek, namun juga sampai ke posisi masing-masing para pihak, yangmana Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyatakan, bahwa BPH Migas bertanggung jawab langsung kepada Presiden sehingga tidak merasa perlu menanggapi surat Menteri ESDM.

Selanjutnya, justru Menteri ESDM-lah yang berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang diterbitkan tanggal 19 Mei 2021 dengan nomor R-228/KO.03/MEM.S/2021, perihal Perpanjangan Masa Jabatan Ketua Dan Anggota Komite BPH Migas. Surat yang ditandatangani oleh Menteri ESDM, secara khusus menyampaikan soal telah berakhirnya masa jabatan pengurus BPH Migas sejak 23 Mei 2021, dan meminta izin Presiden untuk memberikan perpanjangan masa jabatan Ketua dan anggota Komite dimaksud berdasar pada Pasal 24 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 (PP 67/2002) tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. Disebutkan, bahwa dalam hal masa jabatan Ketua dan Anggota Komite telah berakhir dan belum ada pengganti (masih dalam proses DPR), maka masa jabatan Ketua dan Anggota Komite diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun, namun dalam surat itu Menteri ESDM meminta para pengurus BPH Migas tidak diberikan kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang bersifat strategis.

BACA JUGA   Eksplorasi Agresif, Produksi Migas Pertamina Regional Jawa 2024 Cetak Rekor Baru

Terhadap kasus konflik kebijakan antara Menteri ESDM dan pengurus BPH Migas ini, paling tidak ada 2 (dua) hal yang dapat dicermati sebagai sumber permasalahan, yaitu: 1) Peraturan dan per-Undang-Undangan dan, 2) Kebijakan Proyek Strategis Nasional Migas.

Amputasi Kewenangan Dan Skema KPBU

BPH Migas bersikukuh, bahwa berdasarkan Peraturan Presiden No.79 tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional, maka pendanaan proyek Pipa Cisem bukan berasal dari APBN maupun BUMN, melainkan dilakukan oleh pihak swasta. Sambil mempertanyakan pengerjaan proyek sejenis yang terdapat dalam Rencana Induk Tahun 2012, seperti proyek Dumai-Sei Mangke, dan Trans Kalimantan, yang tidak menggunakan APBN serta diterbitkan keabsahannya melalui Permen dan Kepmen ESDM. Bahkan, Ketua BPH Migas mempertanyakan kesanggupan APBN dalam pendanaan proyek dimaksud dengan menyebutkan logika sehat atas defisit APBN Tahun 2020 yang mencapai hampir Rp1.000 Triliun, serta Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak tercapai karena adanya pandemi Covid-19.

Tampak sekali M. Fanshurullah Asa membela posisi Bakrie&Brothers (BNBR) dengan menegaskan bahwa pembangunan pipa ini sebisa mungkin melibatkan swasta, apalagi dalam proyek ini BNBR sudah menyatakan sanggup dengan toll fee (biaya angkut melalui pipa) yang lalu. Ada apa dengan Ketua dan Anggota Komite BPH Migas sampai membela “mati-matian” posisi BNBR dalam proyek pipa Cisem? Memang benar bahwa pengerjaan proyek strategis nasional harus melibatkan berbagai pihak, dan harus merupakan perwujudan dari Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, yaitu: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan”, artinya tak hanya dikerjakan oleh swasta sepenuh dan seluruhnya. Tidak sepantasnya pula M. Fanshurullah sebagai bagian dari kepanjangan tangan pemerintahan dibidang minyak dan gas bumi mempertanyakan kemampuan keuangan negara atau APBN, tidaklah etis dan terkesan mengambil posisi pengamat. Seharusnya Ketua dan Anggota BPH Migas paham peraturan lainnya terkait kebijakan proyek strategis nasional yang dapat menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), baik itu BUMN, Swasta dan Koperasi.

BACA JUGA   Investasi Jumbo, Medco Caplok 24 Persen Saham Blok Corridor dari Repsol Senilai USD425 Juta

Jadi, surat Menteri ESDM kepada Presiden untuk mengamputasi kewenangan strategis Ketua dan Anggota BPH Migas sudah sesuai peraturan dan perUndang-Undangan serta yurisprudensi yang dimilikinya. Bahwa, proses seleksi dan mekanisme kepengurusan BPH Migas juga berada dalam kewenangan Kementerian ESDM, meskipun proses seleksi dan mekanisme untuk kepengurusan periode 2021-2025 masih menyisakan protes dari berbagai pihak, diantaranya terkait Kepmen ESDM No 11/2021 point d, yang memuat syarat minimal 10 tahun pengalaman di bidang Migas. Selain soal usia dan pengalaman tidak terdapat dalam UU Migas dan PP-nya. Tapi faktanya, dari 33 nama calon komite yang telah lolos tersebut banyak yang tidak berpengalaman di bidang migas apalagi sampai 10 tahun.

Selain itu, Kepmen ESDM no 5.K/2021 yang membentuk Panitia Seleksi (Pansel) dengan anggota hanya dari perwakilan Pemerintah, tidak mencerminkan aturan dimana BPH Migas bekerja untuk 3 kepentingan secara independen yaitu Pemerintah, Badan Usaha dan Masyarakat. Maka, kebijakan yang telah diambil oleh Menteri ESDM ini mungkin menjadi ruang konflik konstitusi dengan DPR yang masih belum atau enggan mengesahkannya. Akhirnya, memang Presiden Joko Widodo yang harus menyelesaikan konflik antara pengurus BPH Migas dengan Menteri ESDM ini, terkait kesemrawutan peraturan yang ada dan konflik kepentingan para pihak, para pengusaha yang juga menjadi wakil rakyat.[•]

BACA JUGA   Limbah Ikan Jadi Berkah, Nelayan Subang Raup Cuan Lewat Energi Surya

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *