Logo SitusEnergi
Pengamat: Anjloknya Harga Minyak akan Membebani APBN Pengamat: Anjloknya Harga Minyak akan Membebani APBN
Jakarta, situseneegy.com  Tahun 2020 menjadi periode yang berat untuk industri perminyakan global maupun Tanah Air. Reuters menyebutkan bahwa permintaan minyak global bakal turun tajam... Pengamat: Anjloknya Harga Minyak akan Membebani APBN

Jakarta, situseneegy.com 

Tahun 2020 menjadi periode yang berat untuk industri perminyakan global maupun Tanah Air. Reuters menyebutkan bahwa permintaan minyak global bakal turun tajam tahun ini di kisaran 8-10 juta barel per hari (bpd). Sementara itu, laporan bulanan organisasi negara-negara eksportir minyak (OPEC) Agustus lalu memperkirakan permintaan minyak global anjlok 9,1 juta bpd menjadi 90,6 juta bpd.

Anjloknya permintaan ini membuat para analis memandang bahwa harga minyak mentah akan susah beranjak dari level US$ 40/barel meski pemangkasan output sudah dilakukan oleh OPEC dan koleganya (OPEC+). Turunnya harga minyak akibat permintaan yang anjlok ini  membawa dampak positif maupun negatif bagi Indonesia.

Lockdown yang masif secara global sempat membuat permintaan minyak ambrol hampir 30% pada bulan Maret dan April. Kala itu, pasar minyak juga diwarnai dengan tensi geopolitik tinggi antara Rusia dan Arab Saudi yang perang harga.

Hal ini mengakibatkan harga minyak ambrol sampai lebih dari 70%, terutama untuk WTI yang kontrak futures-nya sempat ambrol ke teritori negatif US$ 37,63/barel. Harga minyak negatif ini mengindikasikan dua hal, pertama pasokan minyak berlebih sementara permintaan anjlok yang berakibat pada penuhnya tangki penyimpanan.

BACA JUGA   Ultah Ke-17, PDSI Rayakan dengan Donor Darah: Biar Nggak Cuma Tiup Lilin

Dengan penuhnya tangki penyimpanan minyak tersebut, maka akan lebih murah ongkosnya untuk memberikan pelanggan kompensasi agar mau menerima pasokan minyak tersebut lantaran kapasitas penyimpanan sudah full.

Kondisi global ini juga berpengaruh terhadap harga minyak mentah Indonesia yang dikenal dengan Indonesian Crude Price (ICP). Meski tidak lockdown, RI juga menerapkan pembatasan mobilitas publik yang dikenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

PSBB membuat permintaan terhadap minyak dan BBM Tanah Air juga menurun. ICP sempat drop ke US$ 20,66/barel dari Januari di US$ 65,38/barel. Kini ICP berangsur membaik dengan ICP Juni mencapai US$ 36,68 (+42%). Kemudian pada Juli naik lagi ke US$ 40,64/barel.

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, anjloknya harga ICP ini pasti berpengaruh pada APBN. Karena ICP terkait langsung dengan penerimaan dan pengeluaran APBN.

Apalagi setiap penurunan ICP rata-rata US$ 1/barel setahun akan menurunkan pendapatan negara dalam kisaran Rp 3,6-4,2 triliun. Artinya, dengan ICP yang anjlok drastis seperti sekarang ini bakal membuat APBN juga terbebani.

Namun di sisi lain, kata dia, para pelaku bisnis minyak dan gas (migas) tanah air sudah mulai terbiasa dengan level terendah ini.

BACA JUGA   Swasembada Energi Bukan Mimpi! PLN Serius Manfaatkan Gas Domestik

“Saya kira pelaku bisnis sudah mulai terbiasa dengan level yang rendah ini. Apalagi bisnis migas ini umumnya bisnis jangka panjang, jadi mereka sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini,” kata Komaidi saat dihubungi Situsenergy.com di Jakarta, Jumat (4/9/2020).

“Dengan demikian, ketika dalam jangka panjang ada ekspektasi yang positif, maka bisnis masih akan tetap jalan meskipun dalam jangka pendek harga masih rendah,” tambah Komaidi.

Terkait pemangkasan target produksi siap jual atau lifting minyak 2020 yang dilakukan pihak SKK Migas hingga 50 ribu barel per hari (bpd) dari sebelumnya 755 ribu BPD menjadi 705 ribu bopd, menurut Komaidi hal itu bukan disebabkan atau terkait langsung dengan harga minyak.

“Umumnya turunnya lifting tidak terkait langsung dengan harga, tetapi lebih ke masalah kemampuan produksi dari sumur-sumur eksisting. Bisa saja memang kemampuan produksinya secara teknis dan alamiah memang sudah turun kondisinya. Kalapun ada kemungkinan tidak langsung dan bukan yang utama,” pungkasnya.(Adi)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *