

Ekonom: Pemangkasan Jajaran Direksi Pertamina Langkah Tepat Hadapi Tekanan
ENERGI June 13, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina (Persero) yang digelar, Jumat (12/6) kemarin kembali menetapkan Nicke Widyawati menjadi Direktur Utama (Dirut). Penetapan Nicke sebagai Dirut yang berjalan lancar dan mulus dinilai merupakan pilihan terbaik untuk menakhodai BUMN terbesar ini.
Selain itu menurut Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, pengurangan jumlah jajaran Direksi dari semula sangat gemuk, yaitu dijabat 11 orang menjadi 6 orang
merupakan langkah tepat dalam menghadapi “tekanan” keuangan yang dihadapi oleh Pertamina beberapa tahun terakhir in. “Dengan struktur organisasi yang hanya 6 orang maka terdapat perubahan nomenclateur yang diharapkan membuat jalannya operasi Persero lebih luwes,” kata Defiyan dalam pesn tertulisnya yang diterima Situsenergy.com di Jakarta, Sabtu (13/6).
“Sebab jajaran Direksi yang lebih ramping atau layak (feasible), memungkinkan Pertamina bergerak lebih lincah merealisasikan dan melanjutkan proses transformasi dan pembentukan holding BUMN Migas yang selama beberapa periode kepemimpinan Direksi Pertamina sebelumnya agak berjalan ditempat dan terkesan lambat,” tambah dia.
Menurutnya, kelanjutan proses transformasi BUMN secara umum harus terus dilakukan dengan melakukan restrukturisasi dan reorganisasi perusahaan secara hati-hati dan terukur. “Dan hal ini telah dilakukan Pertamina melalui perubahan organisasi sekaligus susunan Direksi Pertamina sesuai Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan sesuai RUPS tersebut,” katanya.
Sesuai Keputusan Menteri BUMN nomor SK-198/MBU/06/2020, tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan snggota Direksi PT Pertamina, lanjut Defiyan, pemegang saham menetapkan perubahan struktur organisasi Direksi yang semula 11 orang menjadi 6 orang dan beberapa diantaranya juga mengalami perubahan numenklateur.
Dengan demikian, secara umum tugas Pertamina sebagai holding akan diarahkan pada pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh Holding Pertamina (Group), mempercepat pengembangan bisnis baru, serta menjalankan program-program nasional.
“Sementara itu, subholding akan menjalankan peran untuk mendorong operasionalisasi melalui pengembangan skala dan sinergi masing-masing bisnis, mempercepat pengembangan bisnis dan kapabilitas bisnis yang sedang berjalan (existing),” tukasnya.
Namun menurut dia, ada beberapa catatan yang harus diketahui publik secara jelas dan pasti arah dan strategi kebijakan Pertamina, dan tidak hanya soal rekam jejak (track record) Direktur Utama Pertamina saja, yakni soal posisi BUMN yang termasuk kategori A dan terbesar di Indonesia serta menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia ini masih berada di tengah “himpitan” aturan yang menghalangi gerak cepatnya, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 66, UU Nomor 40 Tahun Tahun 2007, dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Karena aturan-aturan ini akan membuat Pertamina dan BUMN lain akan kesulitan bersaing dan berhadapan dengan korporasi swasta (taipan) yang tidak punya kewajiban serupa,” tandas Defiyan.
Pada kesempatan itu, Defiyan juga meminta Menteri BUMN agar memperhatikan betul track record dan kompetensi direksi yang lain. Jadi tidak hanya Dirut saja yang walaupun memiliki kapasitas dalam hal pengelolaan harta kekayaan (asset) dan keuangan, tapi bisa saja hanya menjalankan bisnis seperti kebiasaan saja (business as usual) atas permasalahan keuangan Persero dan perlakuan atas Anak-anak Perusahaan (AP) Pertamina.
“Jalan pintas mengajukan Initial Public Offering (IPO) dari AP tersebut merupakan cara mudah dalam memperoleh dana segar dari publik di satu sisi. Namun di sisi yang lain tentu resiko dan konsekuensi yang terjadi atas AP di pasar bursa dan hilangnya harta Pertamina serta pengabdian para karyawannya selama ini harus diperhitungkan juga,” paparnya.
Selain itu, kata dia, Pemerintah selaku pemegang saham utama PT Pertamina juga jangan hanya menjadi wasit saja tetapi harus memberi dukungan kebijakan yang memadai guna mensukseskan program-program yang dibebankan kepada Pertamina secara konsisten.
Polemik keterlambatan laporan keuangan seperti untuk tahun buku 2018 yang terlambat dilaporkan pada 31 Mei 2019 akibat ada soal atas pendapatan yang diakui, khususnya yang terkait dengan piutang pemerintah untuk mengganti harga jual eceran bahan bakar minyak penugasan pada periode itu yang di bawah harga dasarnya tidak boleh terjadi lagi.
“Piutang pemerintah pada Pertamina itu untuk memastikan proses auditnya dilakukan secara berdekatan, dan hal itu yang menyebabkan penundaan yaitu mengakui seluruh pendapatan, termasuk penggantian dari pemerintah. Yang seperti ini tidak boleh terjadi lagi,” tukasnya.(Adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.