

EW: Revisi UU Mineral dan Batu Bara Justru Berpihak Kepada Negara
ENERGI May 14, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Revisi Undang-Undang No 4/2009 Tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) akhirnya disahkan DPR RI dalam Rapat Paripurna Selasa (12/5) lalu. Namun sejunlah pihak menyoroti dan cenderung menyerang pemerintah dan pengusaha batu bara terutama pemegang ijin PKP2B/KK.
Padahal menurut Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan, Revisi UU Minerba ini justru berpihak kepada kepentingan negara. “Menurut saya justru banyak hal menguntungkan negara yang diatur dalam Revisi UU Minerba tersebut, diantaranya kebijakan yang tegas tentang pelaksanaan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, kewajiban divestasi saham 51% yang sahamnya dimiliki asing dan perbaikan pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan,” papar Mamit di Jakarta, Kamis (14/5).
Dia juga tidak setuju dengan pernyataan bahwa pengesahan RUU Minerba ini terkesan terburu-buru dan dipaksakan. “Revisi UU No 4/2009 ini sudah dari tahun 2016 dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Sudah cukup banyak revisi-revisi yang disampaikan oleh kedua belah pihak sehingga pasal-pasal yang sudah disahkan tersebut sudah sangat matang dan tidak perlu dipertanyakan lagi.” tegas Mamit.
Terkait pemberian perpanjangan ijin PKP2B/KK, menurut dia hal ini jelas membantu pemerintah dalam banyak hal. ”Kita tahu bahwa para pemegang ijin PKP2B ini adalah perusahaan besar yang mana melibatkan banyak pekerja dan juga perusahaan pendukung kegiatan pertambangan sehingga bisa mendukung ekonomi daerah dan pastinya royalty dan pajak yang dibayarkan sangat membantu PNBP Minerba kita,” tukasnya.
“Jika mereka tidak perpanjang, maka berapa banyak yang akan dikorbankan baik itu tenaga kerja maupun industri di sana. Sebagai contoh, Tanito Harum ketika kontraknya tidak diperpanjang maka yang terjadi sekarang PHK terhadap karyawan Tanito maupun service pendukungnya, belum illegal mining marak terjadi, reklamasi tidak dilakukan dan akhirnya negara juga yang dirugikan,” tambah Mamit.
Selain itu, dengan melalui perpanjangan ijin ini penerimaan negara tidak akan berkurang karena luasan PKP2B/KK ini tidak mengalami penyusutan, sehingga royalty dan pajak yang dibayarkan tetap tinggi. “Jika luasan wilayah dikurangi, maka secara otomatis penerimaan negara akan berkurang. Belum lagi, sisa luasan wilayah yang sudah tidak produktif tidak ada yang mau mengambil meskipun akan dilelang. Isu lingkungan saya kira akan muncul terkait dengan reklamasi lahan eks tambang,” tandas Mamit.
Perihal konservasi menurut Mamit juga patut dipertimbangkan dimana jika terjadi penciutan wilayah kemudian dilelang maka akan ada ijin pertambangan baru dimana pada akhirnya akan berproduksi. ”Produksi batu bara saat ini sudah lebih dari 500 juta ton,maka dengan penambahan IUP baru produksi akan meningkat dimana akan menyebabkan habisnya cadangan,” ulas Mamit.
Dengan diberikannya keleluasaan perpanjangan PKP2B/KK ini bisa memberikan kepastian hukum serta investasi bagi pemegang ijin PKP2B/KK. “Tanpa adanya kepastian hukum, tidak mungkin mereka mau melanjutkan investasi padahal industri mineral dan batu bara adalah industry yang padat modal dan padat karya. Untuk mendapatkan mineral dan batu bara ini dibutuhkan cost per metric ton yang besar, apalagi saat ini harga komoditas mineral dan batu bara ditengah pandemic covid-19 mengalami penurunan harga yang cukup signifikan,” Demikian Mamit Setiawan.(MUL/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.