Logo SitusEnergi
5 Catatan Penting Pengelolaan Migas RI, Dari Kacamata Mantan Bos Pertamina 5 Catatan Penting Pengelolaan Migas RI, Dari Kacamata Mantan Bos Pertamina
Jakarta, situsenergy.com Sektor minyak dan gas (Migas), baik hulu maupun hilir merupakan satu kesatuan penting yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, selain menjadi salah satu... 5 Catatan Penting Pengelolaan Migas RI, Dari Kacamata Mantan Bos Pertamina

Jakarta, situsenergy.com

Sektor minyak dan gas (Migas), baik hulu maupun hilir merupakan satu kesatuan penting yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, selain menjadi salah satu sumber devisa negara, sektor migas juga menguasai hajat hidup masyarakat Indonesia, terutama kaitannya dengan ketahanan energi nasional.

Setidaknya ada 5 (lima) catatan penting dalam pengelolaan sektor migas di Indonesia, yang dilihat dari sudut pandang pemerhati migas yang juga mantan Dirut Pertamina Hulu Energi (PHE) Salis S. Aprilian. Lima hal itulah yang menurutnya harus menjadi prioritas pemerintah, khususnya Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk membenahinya.

SitusEnergy.com merangkum lima catatan penting itu sebagai berikut :

1. Sampai Kapan Migas Jadi Energi Primer?

Salis mempertanyakan bahwa Indonesia yang hingga saat ini masih memposisikan migas sebagai energi andalan di Indonesia. Padahal, sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) sangat memiliki potensi untuk bisa dimanfaatkan. Meski demikian, hal ini tentu harus didukung dengan regulasi yang kuat.

“Apakah memang migas ini akan tetap menjadi energi andalan (primer energy) Indonesia? Kalau iya, sampai kapan? Karena banyak kajian yang menyatakan bahwa beberapa negara sudah mencanangkan berakhirnya energi fosil sebagai bahan bakar. Jadi, sudah saatnya kita berpikir, memetakan, merencanakan, dan menetapkan kebijakan energi Indonesia dengan konteks kekinian,” ujar Salis.

BACA JUGA   Kebijakan Pemerintah Terkait Energi Nuklir Disorot LSM

Menurutnya, Energy Mix yang disusun DEN (Dewan Energi Nasional) harus mengikuti kemajuan teknologi dan pembaruan supply-demand yang terkini. RUU Migas harus diselaraskan dengan UU Energi.

“Jadi kita tahu akan perlakukan migas untuk apa. Perencaan sektor hulu-hilir migas harus sinkron. Bagaimana hubungan migas dengan sumber energi lain harus dipetakan dengan jelas,” tuturnya.

2. Fungsi SKK Migas dan BPH Migas Perlu Direview Kembali

Menurut Salis, fungsi SKK Migas di Indonesia sebenarnya hampir sama dengan Pertamina. Bedanya, Pertamina mengurusi (mengawasi dan mengendalikan) mitranya dangan perusahaan migas nasional/multinasional dalam bentuk JOA, JOB, dan BOB, sedangkan SKK Migas mengurusi mitra Pemerintah dengan KKKS dalam bentuk PSC atau KKS.

Sementara itu, BPH migas pun sebenarnya fungsinya tak lagi dibutuhkan ketika digitalisasi hilir sudah dilakukan.

“Jadi jika lapangan-lapangan hulu migas sebagian besar sudah dikelola oleh Pertamima (baik dikelola sendiri atau dikerjasamakan), masih perlukah SKKMigas? Atau, kalau sebentar lagi SPBU Pertamina sudah digantikan panel-panel pengisi (charger) baterei mobil dan motor, penyaluran minyak dan gas sudah digital dan menggunakan cloud system, big data analytic, AI, masih perlukah BPHMigas? Barangkali cukup dikelola oleh Ditjen Migas dan tim teknisnya,” ucapnya.

3. Move On dari Energi Fosil Ke EBT

BACA JUGA   Ekspor Migas Pada Oktober 2020 Terpukul

Polemik soal revisi UU Migas, menurut Salis akan menjadi tidak penting lagi, sebab masa depan energi dunia adalah EBT. Di Indonesia sendiri, EBT memiliki potensi yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian Pemerintah, dengan memberikan dukungan dalam bentuk regulasi.

“Kita sepertinya harus lebih fokus pada pembahasan Undang-Undang Energi. Jika tidak, maka antar komoditi yang akan dijadikan sumber energi (migas, batubara, kelapasawit, jagung, singkong, dll) akan bersaing. Kita bisa prioritaskan pada energi yang tidak dapat diekspor dan/atau tidak dapat dibikin bahan baku untuk industri lain, misalnya panas bumi, surya, angin, sampah, gelombang laut dll,” ungkapnya.

4. Menyiapkan Infrastruktur (Hilirisasi)

Salis mengatakan, eksplorasi migas yang dilakukan saat ini, lebih berat untuk memenuhi kebutuhan dari pabrik Petrokimia atau hilirisasi. Maka itu, hal yang terbaik dilakukan saat ini adalah mempersiapkan infrastruktur dan fasilitas pendukungnya.

“Apalagi temuan cadangan dan produksi gas bumi diprediksi makin meningkat. Jadi, harusnya kita sudah siapkan infrastruktur untuk mengangkut dan mengolahnya melalui jaringan pipa, kilang LNG, LPG, dan kilang petrokimia lainnya. Diupayakan meminimalkan energi fosil ini untuk bahan bakar,” sebutnya.

5. Optimalisasi Kelembagaan

Hal ini merujuk tentang keberadaan lembaga SKKMigas. Menurutnya perlu dilakukan transformasi organisasi di internal SKK Migas yang lebih serius. Perlu evaluasi rasio jumlah karyawan per produksi hari ini. Adanya perkembangan teknologi 4.0, seharusnya pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, yakni monitoring (dan optimasi), dapat dilakukan dengan lebih baik dan hanya memerlukan sedikit orang.

BACA JUGA   Kementerian ESDM – Kemensos Siapkan Skema Elpiji Tepat Sasaran

“Tanpa mengecilkan peran para tenaga ahli di Kementerian ESDM dan SKK Migas, akan lebih menarik apabila kajian Wilayah Kerja yang akan ditenderkan dilakukan bersama dengan ahli-ahli di Pertamina karena mereka memiliki knowledge and experience lapangan, khususnya tentang Regional Geology dan Petroleum Systemnya. Atau, barangkali perlu adanya “swap” pekerja yang sudah berpengalaman di lapangan di Pertamina dengan pekerja SKKMigas dan Ditjen Migas yang lebih berpengalaman di tatar regulasi. Mereka akan saling mengisi untuk mengevaluasi daerah-daerah potensial yang akan ditawarkan, dengan memberi label low, medium dan high risks dengan contract term yang berbeda sehingga menarik investor,” tegasnya. (SNU/rif)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *